Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat yang telah telah menghilangkan syarat minimal kepemilikan pesawat dalam Undang-Undang (UU) Cipta kerja dinilai menjadi angin segar bagi industri penerbangan.
Pengamat penerbangan dari Arista Indonesia Aviation Center (AIAC), Arista Atmadjati menilai bahwa UU Cipta Kerja akan mempermudah kompetitor atau maskapai kecil untuk meramaikan pasar dari industri penerbangan.
“Selama ini maskapai harus ada kepemilikan sebanyak 5 pesawat. Akhirnya, kompetitor lain yang tidak kuat [bersaing] tidak meramaikan [pasar], sehingga terjadi oligopoli bisnis penerbangan dengan pemain yang itu-itu saja,” katanya saat dihubungi Bisnis, Jumat, (9/10/2020).
Sementara itu, dia juga berharap bahwa UU Cipta Kerja memberikan harapan bisnis penerbangan dalam mempermudah hadirnya maskapai-maskapai baru.
“Harapannya hadir [menambah maskapai baru] sehingga akan ada kompetisi pelayanan, dan mempengaruhi harga tiket yang terjangkau, dan kota yang makin terjangkau. Maskapai kecil bisa hidup lagi dan merasakan angin segar dengan aturan ini,” ujarnya.
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan yang harus dihubungkan dengan transportasi udara. Menurutnya, selama ini rekam jejak penumpang yang bisa diangkut oleh maskapai dalam setahun hanya sekitar 130 juta, padahal jumlah penduduk Indonesia mencapai 260 juta.
Baca Juga
“Jadi, banyak yang masih belum merasakan naik pesawat. Hal ini menjelaskan bahwa masih ada sebesar 50 persen ceruk pasar yang masih bisa digali dan dikembangkan,” ujarnya.
Dia mengatakan bahwa selain didukung regulasi, penanganan Covid-19 dan infrastruktur dari bisnis penerbangan yaitu bandara harus terus mendapat perhatian. Pasalnya, hal tersebut dibutuhkan untuk mendorong minat perjalanan bisnis dan pariwisata ke depan.
Namun, dia juga mengatakan bahwa pemerintah tetap perlu waspada dari bahaya yang mengintai dengan menghilangnya syarat tersebut. Salah satunya, negara tetangga yang akan memanjangkan lini usahanya ke Indonesia.
Menurutnya, negara tetangga seperti Singapura atau Malaysia yang terbatas penerbangan domestiknya akan memanjangkan usahanya ke Indonesia. Salah satunya dengan mengajak kerja sama perusahaan penerbangan Tanah Air.
“Ini harus diantisipasi juga, terutama Singapura yang masuk ke Indonesia kemarin secara getol seperti Tiger air dan Malaysia juga dengan Pelangi Air. Dengan UU ini mereka pasti makin senang, walaupun mereka diharuskan menggandeng investor lokal. Hal ini karena, komposisi yang boleh di Indonesia kan 51 persen harus dipegang Tanah Air. Saya yakin mereka senang dengan UU ini,” ujarnya.
Sementara itu, dia melihat bahwa UU Cipta Kerja juga akan menarik minat investor untuk hadir ke Indonesia. Tetapi dengan catatan penanganan kasus Covid-19 yang harus segera melandai.
“Itu semua tergantung pandemi, kalau naik terus di 3.000–4.000 kasus [Covid-19] setiap harinya tentunya mengurangi antusias penumpang dan menjadi masalah. Saya melihat aturan omnibus law dari sisi industri penerbangan menunggu kasus Covid-19 melandai,” katanya.
Dia pun optimis bahwa bila penanganan Covid-19 dapat segera ditekan, dampak positif dari UU ini akan terasa pada bisnis penerbangan di akhir semester I/2021.
“Terasa di Mei 2021. Pergerakan maskapai mulai bergerak di waktu ini, dengan catatan kasus Covid-19 telah melandai,” kata Arista.