Bisnis.com, JAKARTA — PT Tata Metal Lestari berharap percepatan kebijakan wajib SNI khususnya untuk profil baja ringan. Hal itu guna melindungi industri baja dalam negeri dari produk impor.
Vice President PT Tata Metal Lestari Stephanus Koeswandi mengatakan pada dasarnya produk impor bukan untuk dihindari melainkan diatur agar kinerja bisnis berjalan secara kondusif. Selain itu, dia juga berharap adanya perbaikan standardisasi untuk BJLAS, BJLS, dan BJLS warna saat ini.
BjLAS adalah baja lapis aluminium-seng, adapun BjLS adalah baja lapis seng.
"Industri ini ibaratnya sedang tidak sehat sehingga membutuhkan obat untuk jangka pendek seperti safeguard jangka menengah seperti SNI dan jangka panjang seperti kepastian energi dan lain sebagainya," kata Stephanus, Rabu (30/9/2020).
Menurut Stephanus, SNI bagi industri baja juga ibarat masker yang akan memungkinkan standar jelas dalam setiap produknya. Pada akhirnya hal ini berguna untuk menjamin keamanan konsumen.
Adapun sepanjang masa pandemi ini, Stephanus mengklaim perseroan tetap mengutamakan aspek kesehatan dengan protokol yang ketat untuk karyawan pabrik khususnya. Hal itu guna menghindari terciptanya klaster di pabrikan.
Baca Juga
"Salah satunya kami memberikan alat penunjang berupa buku harian digital yang digunakan untuk mentracking perjalanan karyawan selepas dari pabrik," ujarnya.
Tata Metal merupakan satu-satunya produsen baja lapis yang masuk pasar global dari enam pabrikan baja lapis yang ada di dalam negeri. Berdasarkan data Indonesia Zinc Aluminium Steel Industry (IZASI), Tata Metal memiliki kapasitas produksi terpasang 250.000 ton per tahun atau 15,87 persen dari total kapasitas terpasang nasional.
Menurut Stephanus, meski kini perseroan telah merambah pasar global hal itu tidak lepas dari kerja sama pemerintah dan strategi bermitra dengan UMKM dan IKM.
"Kami dulu juga berangkat dari IKM kecil pada 1994 dengan hanya 4 karyawan. Saat ini kami sudah berkembang dan memiliki 1.400 karyawan," kata Stephanus.