Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) melansir jumlah utang pengusaha angkutan truk melonjak karena permintaan angkutan barang turun sejak pandemi virus corona berlangsung.
Ketua Aptrindo Gemilang Tarigan mengatakan telah terjadi penurunan permintaan baik aktivitas impor maupun domestik sehingga interaksi logistik khususnya truk terdampak. Kebijakan PSBB tidak berdampak langsung terhadap angkutan barang tetapi telah menurunkan permintaan.
"Adanya penurunan demand baik impor maupun domestik sehingga interaksi logistik agak terdampak khususnya truk ini. Ada 60 persen truk terdampak, kegiatan trucking di luar pelabuhan terasa betul sehingga hanya 40 persen trucking berjalan," jelasnya Kamis (24/9/2020).
Menurutnya, peningkatan angkutan di sektor komersial yang sifatnya ritel seperti e-commerce memang terjadi. Namun, hal ini hanya membuat trucking ukuran kecil saja yang beroperasi, sehingga pengusaha bidang angkutan darat ini tetap kesulitan saat pandemi.
Selain itu, dia juga meminta agar penyelesaian utang-utang para pengusaha trucking yang sudah diberi dispensasi selama 6 bulan melalui bantuan pemerintah agar dapat diperpanjang.
Pasalnya, pandemi sudah berlangsung lebih dari 6 bulan dan belum ada tanda-tanda berakhir sementara tenggat pembayaran cicilan kendaraan sudah hampir habis. Artinya pengusaha tetap harus membayar cicilannya walaupun dampak pandemi masih terjadi.
Baca Juga
"Kelihatannya waktu 6 bulan dispensasi utang ini sudah mulai habis, kami harus mencicil pembayaran padahal dampak Covid-19 ini masih berlangsung. Pemerintah perlu memastikan kembali ini diperpanjang atau ditambah lagi waktunya," katanya.
Dia menegaskan pengusaha trucking tidak dapat menciptakan permintaan agar meningkat di tengah situasi seretnya produksi manufaktur. Pasalnya, trucking berposisi sebagai angkutan turunan dari aktivitas produksi barang-barang distribusi
Dia juga mempermasalahkan sejumlah regulasi seperti sempat adanya Surat Izin Keluar/Masuk (SIKM) DKI Jakarta yang diterapkan ke pengemudi truk ini cukup mengganggu, terutama bagi pengemudi yang membawa logistik keluar masuk DKI Jakarta.
"Protokol kesehatan kadang-kadang juga memang cukup signifikan bergantung pelanggan kita, mensyaratkan swab test masuk industrinya, mereka khawatir juga pengaruh protokol ini juga membutuhkan biaya cukup besar," ungkapnya.