Bisnis.com, JAKARTA – Lion Air Group memperkirakan dengan matriks model pemulihan bisnis penerbangan Indonesia pasca pandemi Covid-19, baru bisa masuk ke tatanan normal pada 2023.
Grup maskapai milik Rusdi Kirana tersebut membentuk kurva L dalam strategi moderat, atau dengan kata lain berjalan lambat dan tidak bisa langsung kembali pada posisi normal tetapi harus mengalami penurunan terlebih dahulu sebelum pada akhirnya bergeser.
Dalam model ini strategi bertahan akan dimulai selama periode Juni 2020 hingga Desember 2021, kemudian diikuti dengan strategi pertumbuhan selama fase Januari hingga Desember 2022. Hingga periode terakhir keberlangsungan hidup pada Januari 2023 hingga Desember 2023.
Direktur Operasi Pelayanan Kebandarudaraan Lion Air Group Wisnu Wijayanto mengatakan dampak pandemi dirasakan secara langsung sebanyak 1.900 pilot, 3.000 awak kabin, serta sekitar 25.000 awak pendukung lainnya.
“Masalahnya cukup banyak mulai dari masalah umum kesehatan, kemampuan finansial yang berkurang. Jika situasi tidak berubah akan ada permasalahan tambahan berkurangnya profesiensi awak pesawat dalam kemampuan penerbangan,” jelasnya, Rabu (23/9/2020).
Pasalnya, resiliensi bisnis ini terletak kepada optimalisasi pilot. Profesi ini membutuhkan keseimbangan antara jam operasional dan jam pelatihan. Saat ini, tuturnya, dari data awak pesawat yang ada rata-rata masih mendapatkan 50 persen jam terbang.
Baca Juga
Namun, jika pandemi masih berlanjut bukan tak mungkin maskapai akan kembali melakukan pemeratan keahlian dan pemetaan ulang termasuk kebijakan tidak populer seperti cuti di luar tanggungan bagi awak pesawat (unpaid leave).
Maskapai swasta itu berharap saat ini pembahasan yang telah dilakukan bersama dengan pemerintah dapat segera menjadi keputusan dan diturunkan menjadi program ketahanan bisnis angkutan udara. Kuncinya, tekannya, terletak pada koordinasi antar kementerian karena saat ini tanpa adanya obat atau vaksin juga akan sulit bagi maskapai menuju situasi normal.