Bisnis.com, JAKARTA - Pengusaha pelayaran mengkhawatirkan asas cabotage dicabut pemerintah seiring dengan pembahasan RUU Cipta Kerja dan Peraturan Presiden Daftar Prioritas Investasi. Pasalnya, saat ini industri pelayaran dinilai belum butuh investasi asing.
Ketua Umum DPP INSA Carmelita Hartoto mengatakan asas cabotage merupakan keistimewaan yang dimiliki Indonesia yang perlu dijaga penerapannya. Penerapan asas cabotage di industri pelayaran dinilai telah berdampak positif bagi Indonesia.
Menurutnya, jika asas cabotage dibuka, maka Indonesia akan kehilangan potensi maritim dari sektor pelayaran. Asas cabotage menegaskan pengangkutan barang atau penumpang antara dua tempat di negara yang sama dilakukan oleh operator angkutan laut dalam negeri.
“Ini bukan berarti kita anti asing, tapi harusnya laut dan sumber dayanya dioptimalkan untuk kepentingan nasional dengan perdagangan domestiknya dilayani kapal Merah Putih,” ujarnya, Selasa (22/9/2020).
Oleh sebab itu, investasi asing di sektor pelayaran dinilai tidak memberikan dampak positif bagi ekonomi nasional, terlebih kapal merah putih di dalam negeri saat ini sudah over supply. Kapal nasional berbendera merah putih terus mengalami pertumbuhan positif sejak diterapkannya asas cabotage yang tertuang dalam Inpres No. 5/2005 dan UU No. 17/2008 tentang Pelayaran.
Kementerian Perhubungan mencatat, jumlah armada nasional mencapai 32.587 unit pada 2019. Dengan kekuatan saat ini, armada pelayaran telah mampu melayani seluruh angkutan logistik domestik.
Baca Juga
Di sisi lain, asas cabotage juga disebut sebagai bentuk kedaulatan negara. Kapal merah putih sesuai Undang-undang No. 3/2002 tentang Pertahanan Negara memiliki peran kewajiban bela negara khususnya pada saat negara dalam keadaan darurat dalam menjaga keamanan dan pertahanan negara.
Penerapan asas cabotage juga tidak hanya diterapkan di Indonesia. Beberapa negara sudah lebih dulu menerapkannya, seperti Amerika, Jepang, Tiongkok dan negara-negara maju lainnya.