Bisnis.com, JAKARTA – Konsep Lean Manufacturing dinilai bisa menjadi suatu solusi efektif untuk diterapkan di masa pandemi ini.
Sebagai informasi, Lean Manufacturing merupakan strategi, metode, atau budaya yang dirancang untuk mencapai suatu siklus produksi manufaktur sesingkat mungkin.
Sejauh ini, strategi efisiensi biaya menjadi konsekuensi yang paling logis untuk dilakukan agar bisnis bisa berkesinambungan. Akan tetapi, efisensi pun butuh konsep yang matang, agar tujuan pemulihan dan pertumbuhan bisa optimal diraih.
Cara konsep Lean Manufacturing itu adalah mengurangi persediaan yang berpotensi tidak terpakai atau terbuang (waste product).
Hasil yang diharapkan adalah memproduksi barang hanya untuk memenuhi permintaan pelanggan secara tepat, sekaligus mengurangi persediaan yang tidak efektif.
Ujungnya, metode ini akan berdampak pada berkurangnya beban biaya, kinerja yang lebih tinggi, dan siklus produksi yang singkat.
Pendeknya, metode ini menerapkan praktik yang berfokus pada penciptaan nilai bagi pelanggan akhir dengan limbah dan proses minimal. Metode ini diadaptasi dari Toyota Production System (TPS).
I Made Dana Tangkas, CEO Industry and Business Institute of Management (IBIMA) atau PT Insan Bisnis dan Industri Manufaktur Indonesia menuturkan konsep lean (ramping) sejatinya sangat bermanfaat di dalam situasi krisis/wabah, maupun dalam situasi normal.
Ini karena basis utamanya adalah dengan keterbatasan SDM, permodalan, dan sumber daya yang dimiliki, kita bisa bentuk sebuah produk atau jasa melalui proses dengan metode manufaktur.
“Sehingga kita bisa membuat dengan kaidah-kaidah dasar yang efisien dan produktif, best operational excellence, untuk diterapkan kepada SDM," ujar Made dalam keterangannya, Selasa (8/9/2020).
Sebenarnya, sudah banyak perusahaan yang mulai mencoba konsep Lean Manufacturing ini. Namun seringkali mereka justru meninggalkan prinsip paling dasar dari konsep ini.
Tak heran, pada akhirnya upaya untuk menambah value dan menghilangkan waste product justru hanya menjadi kegiatan sementara atau tidak berkelanjutan.
Untuk mengatasi hal tersebut, IBIMA sebagai sebuah lembaga center dan korporasi di bidang konsultasi bisnis & industri, akhirnya meluncurkan Lean Enterprise IBIMA, dalam rangka menyelamatkan serta mengakselerasi pemulihan pembangunan dunia usaha dan industri di Indonesia.
“Ini merupakan salah satu peran dan solusi dari IBIMA dalam menghidupkan kembali roda perekonomian bangsa melalui lean enterprise untuk Indonesia. Membangun industri unggulan berbasis agro, maritim, IKM UKM koperasi, teknologi, dan baterai," jelas Made.
Menurutnya, program IBIMA telah terbukti berhasil dalam membangun dan meningkatkan performansi bisnis dan industri. Dengan demikian, ia pun yakin bila diterapkan dalam konteks nasional akan mampu membawa perubahan makro yang signifikan terhadap kemajuan ekonomi dan sosial bangsa.
“Di Indonesia belum ada lembaga center yang berperan secara integratif dalam pembangunan bisnis dan industri menjadi aggregator serta think tank pembangunan bisnis dan industri nasional secara terpadu, dengan memberdayakan SDM profesional dari Indonesia sendiri,” tuturnya.
Ia menjelaskan, IBIMA memiliki tiga DNA utama. Pertama, kompetensi atau praktik bisnis Industri melalui Lean Enterprise. Kedua, budaya dan motivasi bisnis melalui transformasi mindset, karakter, dan attitude. Ketiga, leadership (sistem industri dan kepemimpinan).
"Adapun objektif IBIMA Building the Best Industry and Business Way to be the Best World Class Company (Lean Enterprise and Best Operational Excellence Company)," tambah dia.
Sebagai catatan, selain Made, IBIMA sendiri dipelopori Theodore Permadi Rachmat dan Ary Ginanjar Agustian. IBIMA mampu mengkolaborasikan aspek ABGCFM (Academics, Business, Government, Community, Federation, Media) untuk membantu recovery, sustainability, dan pengembangan bisnis dan industri secara terpadu dan terintegrasi.
Founder dan BOC IBIMA Ari Ginanjar Agustian menambahkan di kondisi saat ini, hal yang di butuhkan Indonesia untuk memulihkan ekonomi Indonesia antara lain kepercayaan.
Ia mengingatkan, Indonesia memiliki visi Indonesia Emas dan masuk dalam kategori 5 besar Ekonomi Dunia pada 2045.
"Ini adalah cita cita kita, dan tahun sekarang ini benar benar menjadi pelatihan karakter dengan tuan guru Covid-19. Jadi sebenarnya saat ini kita dilatih, ‘dizerokan’, sehingga kita paham betul siapa kita dan mau kemana kita. Ibaratnya IBIMA lahir dalam suasana zero," tuturnya.
Ia pun berharap, IBIMA tidak hanya sekedar diluncurkan, tetapi tetap fokus melakukan gerakan yang nyata lewat lean industri yang didasari dengan kepercayaan.
“Kelahiran IBIMA ini juga bukan hanya sekedar usaha yang ingin diluncurkan, tetapi ingin agar tujuan menjadi kenyataan. Sehingga suatu saat nanti, di 2045 IBIMA bisa melihat Indonesia bisa berdiri di atas kaki sendiri,” ujarnya.