Bisnis.com, JAKARTA — PT Pertamina (Persero) memutuskan untuk merevisi rencana pembangunan kilang baru di tengah disrupsi energi ke depan.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menjelaskan bahwa perseroan mempertimbangkan adanya perubahaan permintaan energi fosil pada masa depan dalam rencana pembangunan kilang baru.
Menurutnya, ke depannya akan terjadi transisi dari energi fosil berbasis minyak bumi ke energi yang lebih ramah lingkungan seperti listrik dan gas.
Dia mencontohkan kebijakan pemerintah yang mendorong untuk penggunaan biofuel, gasifikasi pembangkit listrik dari diesel ke gas, dan juga kehadiran mobil listrik memengaruhi asumsi permintaan energi fosil.
"Akan ada perubahan signifikan pada demand BBM. Ini yang mendasari demand kami review. Makanya rencana pembangunan kilang kami kurangi. Sebelumnya empat yang baru itu hanya satu," katanya dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR, Senin (31/8/2020).
Adapun, rencana peningkatan kapasitas kilang masih diperlukan untuk ketahanan energi nasional sekaligus menekan angka impor BBM untuk memenuhi kurangnya pasokan di dalam negeri.
Baca Juga
Berdasarkan proyeksi permintaan dan pasokan yang dipaparkan Pertamina, dengan kilang yang dimiliki saat ini, rata-rata produksi BBM hanya berjumlah 42 juta kiloliter (kl), dengan rata-rata permintaan BBM dalam negeri 59 juta kl.
Peningkatan produksi sebesar 11 juta kl baru akan terjadi pada 2023 dan 2024 berjumlah 11 juta kl dan 17 juta kl, serta pada 2025 sebesar 17 juta kl.
Produksi BBM di Indonesia baru akan melebihi permintaan di dalam negeri setelah adanya peningkatan produksi sebesar 27 juta kl dari tambahan proyek refinery development master plan (RDMP) dan grass roof refinery (GRR) pada 2026.
Dengan demikian, produksi BBM Pertamina sejak 2027 hingga 2023 diproyeksikan stabil pada 86 juta kl per tahun dengan potensi pasokan berlebih yang bisa dialihkan ke pasar ekspor sekitar 22 juta kl per tahun dengan potensi penjualan US$11 juta per tahun.
"Ketika kilang-kilang kita sudah mulai beroperasi, maka kebutuhan crude meningkat. Kebutuhan impor mulai 2026 tidak perlu lagi. Crude ini, meningkatkan produksi dan cadangan hulu migas," jelasnya.
Dalam rencana Pertamina, sebelumnya untuk proyek pengembangan RDMP terdiri atas RDMP Balongan, Dumai, Cilacap, dan Balikpapan. Sementara itu, untuk proyek GRR, Pertamina sedang mengerjakan GRR Tuban, dan menunda proyek GRR Bontang.