Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan alasan melesetnya target pertumbuhan ekonomi pada rencana pembangunan jangka menengah (RPJMN) 2015-2019.
Hal itu menanggapi pandangan dan pernyataan fraksi-fraksi lantaran asumsi makro ekonomi tidak sesuai dengan realisasi APBN 2019. Menurutnya, asumsi makro Indonesia pada 2019 sudah pasti mengikuti perekonomian dunia.
"Perang dagang terekskalasi pada 2019 berdampak pada produk domestik bruto dan Indonesia. Ini mengakibatkan perlemahan di jalur perdagangan internasional dan investasi. Ekspor RI tumbuh negatif pada 2019," katanya saat rapat paripurna di DPR RI, Selasa (25/8/2020).
Dia menuturkan perekonomian global mengalami tekanan yang sangat berat. Pertumbuhan ekonomi global tahun lalu hanya tumbuh 2,9 persen.
Menurutnya, capaian tersebut paling rendah sejak krisis global pada periode 2008-2009. Dia mengatakan perlambatan tersebut terjadi karena banyaknya ketidakpastian akibat ketidakpastian ekonomi-politik Amerika Serikat vs China, keputusan Bank Sentral (The Federal Reserve), dan dinamika geopolitik di berbagai belahan dunia.
Meski demikian, Sri Mulyani mengungkapkan Indonesia patut bersyukur karena masih tumbuh di atas 5 persen, dimana pertumbuhan ekonomi RI pada 2019 (full year/FY) 5,02 persen.
"Kita harus bersyukur karena pertumbuhan ekonomi lebih baik dibandingkan rata-rata ASEAN 4,8 persen. Konsumsi masyarakat juga tumbuh di atas 5 persen," jelasnya.
Mengacu pada Buku I RPJMN 2015-2019, pemerintah mematik pertumbuhan ekonomi meningkat tajam sejak 2016, menjadi 7,1 persen pada 2017, dan terus meningkat pada 2018 dan 2019 masing-masing sebesar 7,5 persen dan 8,0 persen.
Dengan tingkat pertumbuhan ini, pendapatan perkapita naik dari Rp47,8 Juta (US$3.918,3) pada 2015 hingga mencapai Rp72,2 Juta (US$6.018,1) pada 2019.