Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ada Apa dengan Program Pemulihan Ekonomi Nasional?

Pandemi virus corona (Coid-19) yang berdampak pada perlambatan ekonomi, membuat pemerintah merilis program pemulihan ekonomi.
Pedagang menyusun mainan di Pasar Gembrong, Jakarta, Senin (24/2/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Pedagang menyusun mainan di Pasar Gembrong, Jakarta, Senin (24/2/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Program pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang ditujukan kepada kelompok usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) berjalan lamban dan salah sasaran.

Suroto, Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (Akses) mengatakan bahwa program tersebut berjalan lamban. Adapun usaha mikro dan kecil yang mendapatkan alokasi dana sebesar Rp124 triliun dari total dana Rp695 triliun sampai saat ini menurutnya salah sasaran.

“Usaha mikro dan kecil itu jumlahnya 99,3 persen dari sebanyak 64 juta pelaku usaha kita. Mereka selama ini adalah pemberi pekerjaan masyarakat hingga 95 persen dari total angkatan kerja. Mereka adalah sektor yang selama ini menghidupi ekonomi masyarakat banyak,” tuturnya, Sabtu (15/8/2020).

Menurutnya, ada yang salah dengan program PEN yang selama ini difokuskan untuk dialokasikan ke korporasi besar. Padahal, tuturnya, korporasi besar sebenarnya memiliki dana cadangan lebih besar.

Dia mengungkapkan bahwa negara menyokong korporasi besar melalui berbagai bentuk skema pendanaan seperti restrukturisasi, subsidi bunga, dana penempatan, modal penyertaan, pengadaan bantuan sosial dan lain lain.

“Sementara alokasi sebesar Rp124 triliun untuk UMKM dan Koperasi saja semua dialokasikan melalui mekanisme bank. Sementara bank dalam situasi seperti ini pasti semakin hati-hati salurkan pembiayaan,” tambahnya.

Pandemi virus Corona (Covid-19), katanya, justru meningkatkan akumulasi dan konsentrasi pendapatan dari segelintir pemilik korporat besar yang juga memenangi tender pendistribusian bantuan sosial. 

“Sebelum pandemi saja kesenjangan pemilikan kekayaan kita itu jauh parah dari rata-rata internasional. Menurut laporan akhir tahun 2019 dari lembaga riset internasional Credit Suisse, 82 persen dari 173 juta orang dewasa Indonesia hanya memiliki kekayaan di bawah US$10.000 USD . Jauh diatas rata-rata dunia yang hanya 58 persen. Sementara itu, hanya 1,1 persen dari orang dewasa yang memiliki kekayaan di atas 100.000 dolar amerika. Jauh sekali di atas rata-rata dunia yang angkanya hingga 10,6 persen. Kondisi rasio gini kita sudah sangat tinggi sekali, yaitu 0,83. Diperjelas dalam laporan Suisse tersebut, hanya 1% kuasai 45 % kekayaan nasional,” jelasnya.

Menurutnya, skema program PEN yang dikembangkan ini bisa berdampak pada ancaman lebih serius dari sekadar persoalan ekonomi. Dia memproyeksikan adanya potensi chaos dan krisis sosial politik justru akan mengemuka dan akan sulit sekali untuk dikendalikan dan dipulihkan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper