Bisnis.com, JAKARTA – Danareksa Research Institute (DRI) memperkirakan ekonomi Indonesia pada kuartal II/2020 akan mengalami kontraksi sebesar 3,58 persen secara year on year (yoy).
Dalam riset berjudul Q2 2020 GDP Outlook: Bottoming Out, tim riset DRI menyatakan bahwa ekonomi Indonesia akan terkoreksi secara kuartalan maupun tahunan akibat pandemi Covid-19.
Tim Riset DRI yang dikepalai oleh Moekti P. Soejachmoen memperkirakan kontraksi akan terjadi seiring seiring dengan penurunan ataupun perlambatan data-data indikator ekonomi yang ada.
Tim Riset DRI juga menyampaikan bahwa menjelaskan bahwa Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) selama kuartal II/2020 berdampak pada melemahnya konsumsi rumah tangga karena masyarakat menahan atau mengurangi konsumsi mereka.
“Penjualan eceran, penjualan mobil, dan penjualan sepeda motor masing-masing terkontraksi sebesar 17,37 persen [yoy], 89,44 persen, dan 79,07 persen yang juga diikuti oleh lemahnya pertumbuhan kredit konsumen, yakni 2,32 persen,” dikutip dari riset DRI, Senin (3/8/2020).
Kepercayaan masyarakat terhadap kondisi ekonomi juga dinilai terus mengalami pelemahan. Hal ini tercermin dari indeks kepercayaan konsumen yang terus turun hingga mencapai level 72,63 pada Juni 2020.
Baca Juga
Tim Riset DRI menyatakan penurunan ini didorong oleh lemahnya aktivitas ekonomi dan semakin terbatasnya ketersediaan lapangan pekerjaan akibat maraknya pemutusan hubungan kerja.
Sementara itu, realisasi pendapatan pemerintah juga relatif lemah yang terlihat dari penerimaan pajak yang rendah, yakni 47,72 persen dari target.
Pertumbuhan investasi juga dinilai cenderung melemah. Hal ini terlihat dari kontraksi dalam penjualan semen dan impor barang modal pada kuartal II/2020, masing-masing sebesar -20,36 persen dan -20,07 persen.
Kondisi ini sejalan dengan pertumbuhan kredit investasi yang rendah, hanya sebesar 5,61 persen. Penurunan investasi ini dinilai mencerminkan melambatnya kegiatan konstruksi, serta penurunan pada pembelian mesin dan peralatan lainnya.
Tim Riset DRI juga menjelaskan bahwa pelemahan konsumsi dan investasi turut memengaruhi sisi pasokan atau supply. Hal ini terlihat dari Purchasing Manager Index (PMI) yang terkontraksi sebesar 44,76 persen.
Dari data itu, penurunan PMI paling dalam terjadi pada sektor tekstil, yaitu sebesar -62,75 persen yoy. Penurunan aktivitas manufaktur ini dinilai sebagai faktor terbesar melemahnya kegiatan ekspor dan impor Indonesia.
“Berdasarkan indikator-indikator tersebut, DRI memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi [PDB] pada kuartal II/2020 akan terkontraksi sebesar 3,58 persen yoy,” tulis Tim Riset DRI dalam riset.
Sementara itu, secara kuartalan PDB pada kuartal II/2020 diperkirakan akan mengalami kontraksi 2,63 persen. Adapun, sepanjang 2020, PDB Indonesia diperkirakan berada pada rentang -0,15 persen hingga 2 persen.
DRI juga memproyeksikan inflasi pada tahun ini akan mencapai 2,6 persen—3 persen. Sementara itu, suku bunga kebijakan Bank Indonesia diperkirakan bakal berada pada rentang 4 persen hingga 4,5 persen.
Meskipun demikian, Tim Riset DRI menilai pelonggaran PSBB menuju new normal mulai Juni yang didukung oleh peraturan pemerintah dan lembaga terkait diharapkan dapat mendorong kegiatan ekonomi.
Hal ini diharapkan akan membuat konsumsi masyarakat dapat meningkat, mendorong penyerapan anggaran negara yang lebih cepat, serta memberikan potensi pertumbuhan ekonomi lebih tinggi pada kuartal yang akan datang.