Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus mendorong pengembangan pemanfaatan dimethyl ether (DME) sebagai alternatif pengganti LPG.
DME dapat diproduksi dari berbagai sumber, termasuk bahan yang dapat diperbaharui dan bahan bakar fosil, seperti batu bara, gas bumi, biomassa, CBM, hingga limbah. Namun saat ini, batu bara kalori rendah dinilai sebagai bahan baku yang paling ideal untuk pengembangan DME.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) ESDM Dadan Kusdiana mengatakan bahwa cadangan batu bara kalori rendah di Indonesia cukup melimpah, yakni mencapai sekitar 20 miliar ton.
Sayangnya, pemanfaatannya tidak jelas karena batu bara kalori rendah tidak memenuhi spesifikasi untuk digunakan sebagai bahan bakar pembangkit listrik.
"Paling ideal memang kita kembangkan dari energi terbarukan. Tapi kan kita butuh lahan baru, perlu nanam. Di saat yang sama kita punya batu bara yang pemanfaatannya belum jelas, mau dijual ke mana karena kalorinya terlalu rendah, kalau dipakai pembangkit tidak masuk spek-nya," ujar Dadan dalam konferensi pers virtual, Rabu (22/7/2020).
Dadan mengilustrasikan untuk mensubtitusi 1 juta ton LPG dibutuhkan DME sebanyak 1,5 juta ton. Guna memproduksi DME sebanyak itu dibutuhkan pasokan batu bara sekitar 6 juta ton per tahun. Sementara itu, cadangan batu bara kalori rendah di Indonesia bisa mencapai 20 miliar ton.
Baca Juga
"Jadi secara jumlah untuk bahan baku melimpah, tersebar di Kalimantan dan Sumatra," katanya.
Di sisi lain, pengembangan DME dari biomassa memang dinilai akan menghasilkan energi yang lebih bersih dibandingkan batu bara. Namun pengembangannya belum memungkinkan karena membutuhkan lahan yang sangat luas.
"Satu hektar itu dalam setahun bisa produksi biomassa 13 ton. Kalau 6 juta ton dibagi 15 aja, maka perlu sekitar 400.000 hektar. Itu ukurannya lima kali luas Jakarta," kata Dadan.