Bisnis.com, JAKARTA – Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) memperkirakan usulan penyelidikan safeguard di Indonesia berpotensi meningkat pada tahun ini.
Ketua Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) Mardjoko mengatakan hal itu terjadi lantaran pemulihan ekonomi yang terjadi di sejumlah negara seperti China, Korea Selatan, dan Jepang.
Menurutnya, produksi manufaktur dari negara-negara tersebut bukan tak mungkin akan menyasar pasar Indonesia yang saat ini tengah memasuki masa transisi, yang pada saat yang sama juga dihadapkan pada penanganan Covid-19.
“Jika asumsi perekonomian mereka sudah pulih benar, berarti mereka siap memasok produk manufaktur yang belum secara optimal diproduksi oleh negara-negara yang belum pulih maksimal,” ujarnya kepada Bisnis,Minggu (19/7/2020) .
Mardjoko pun memperkirakan instrumen tindak pengamanan seperti safeguard tetap bakal diperlukan menyusul ketidakpastian ekonomi dan penanggulangan Covid-19. Di sisi lain, upaya perlindungan tetap diperlukan karena menyangkut berbagai kepentingan negara dan industri di dalamnya.
“Jika banjir impor dan industri di dalam negeri dirugikan, aksi lay off bisa marak terjadi, belum lagi jika industri itu dibangun dengan investasi asing. Ada pula potensi kehilangan pemasukan negara berupa pajak,” paparnya.
Baca Juga
Sampai saat ini, Mardjoko mencatat terdapat tujuh draf usulan penyelidikan safeguard yang diterima pihaknya. Penyelidikan resmi telah berlaku untuk produk karpet dan penutup lantai tekstil lainnya, sementara untuk garmen tengah dalam proses pengumpulan data oleh pelaku usaha.
“Untuk sirup fruktosa sudah selesai kami selidiki, rekomendasi sudah kami sampaikan ke Menteri Perdagangan untuk selanjutnya diberlakukan BMTP selama tiga tahun,” kata Mardjoko.
Di sisi lain dia mengemukakan bahwa penyelidikan safeguard dan anti-dumping sejatinya tergantung pada usulan yang disampaikan dunia usaha.
Sejauh ini, dia tak memungkiri jika tindak pengamanan industri dalam negeri dari ancaman impor lebih banyak termanifestasi dalam pengenaan bea masuk tindak pengamanan (BMTP).
“Sebenarnya ini tergantung dari pihak pengusul atau petitioner. Yang menilai mereka dengan berbagai pertimbangan dari segi kecepatan dan mana yang lebih sederhana,” ujarnya.
Sejak 2004, Indonesia tercatat telah memberlakukan BMTP terhadap 22 produk. Jumlah tersebut menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara teraktif yang memberlakukan safeguard setelah India.