Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menetapkan sejumlah strategi untuk menyelesaikan penatausahaan aset yang berasal dari pengelolaan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Sri Mulyani mengatakan bahwa pemerintah telah melakukan penyelesaian atas sejumlah aset eks BLBI melalui lelang, penetapan status penggunaan, hibah, penebusan, dan serah kelola ke Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN).
"Pemerintah juga sudah melakukan pengamanan fisik atas sejumlah aset properti dan pengamanan yuridis berupa pencatatan seluruh aset properti sebagai barang milik negara dan pemblokiran aset kredit ke kantor pertanahan terkait," katanya, Kamis (16/7/2020).
Baca Juga : Bom Waktu Aset dan Piutang BLBI |
---|
Seperti diketahui, beban akibat pemberian BLBI terus menghantui pemerintah, kendati peristiwa 'mega skandal' itu telah berlangsung lebih dari dua dekade silam.
Selain beban bunga yang masih harus ditanggung oleh rakyat pembayar pajak dan pemerintah, persoalan aset eks BLBI tampaknya bakal menjadi bom waktu, jika proses tak segera dirampungkan.
Data dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2019 mengungkap bahwa Kementerian Keuangan belum optimal mengelola aset yang berasal dari pengelolaan BLBI.
Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh lembaga auditor negara ini memaparkan empat hasil temuan krusial terkait pengelolaan aset yang terkait BLBI.
Pertama, pengelolaan aset properti eks BPPN dan eks kelolaan PT PPA (Persero) belum memadai.
BPK menjelaskan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara atau DJKN tidak optimal dalam melakukan pengamanan aset properti eks BPPN dan eks PT PPA serta penetapan status penggunaan (PSP) aset eks PT PPA tidak memperhatikan status kepemilikan aset. Selain itu, BPK juga menyebut aset properti tidak disajikan berdasarkan basis pengakuan yang sama.
Kedua, temuan krusial lainnya adalah pengelolaan piutang BLBI yang juga belum memadai. Tak tanggung-tanggung nilai piutangnya mencapai Rp17,17 triliun.
Menariknya, laporan BPK ini mengungkap sejumlah hal dalam proses penagihan piutang BLBI mulai dari adanya agunan aset bank dalam likuiditas atau BDL yang tidak dikuasai pemerintah hingga tingkat penyelesaian piutang yang diserahkan kepada negara sangat rendah.
LHP BPK menjelaskan piutang BLBI sebesar Rp91,7 triliun yang terdiri dari aset kredit eks BPPN sebesar Rp72,6 triliun, aset kredit eks kelolaan PT PPA sebesar Rp8,9 triliun dan piutang eks BDL sebesar Rp10,07 triliun.
Sementara, jika dilihat dari tabel yang disajikan dalam LKPP, tingkat penyelesaian piutang jika dirata-rata masih kurang dari 10 persen. Sebagai contoh nilai aset kredit eks BPPN dalam bentuk dolar Amerika Serikat.
Dalam laporan itu, total aset kredit eks BPPN dalam bentuk dolar senilai US$617,4 juta atau sekitar Rp9,26 triliun. Namun yang dilunasi hanya senilai US$1,7 juta atau di kisaran 0,28 persen dari total utang.
Di sisi lain, terkait pengelolaan piutang BLBI BPK juga masih menemukan pengelolaan jaminan penyelesaian kewajiban pemegang saham (PKPS) belum. Nilainya mencapai Rp17,03 triliun.