Bisnis.com, JAKARTA - Meningkatnya jumlah angka kemiskinan yang meningkat menjadi 9,78 persen pada Maret 2020 dari 9,22 persen pada September 2019 menyisakan pertanyaan besar.
Mengapa dampak Covid-19 benar-benar terasa dengan cepat sehingga memicu naiknya angka kemiskinan?
Padahal, seperti yang diketahui, kasus pertama Covid-19 dikonfirmasi di Indonesia pada 2 Maret 2020, dengan dua warga Kota Depok, Provinsi Jawa Barat dinyatakan positif.
Kemudian, pada 15 Maret, Indonesia mengumumkan 117 kasus yang terkonfirmasi dan Presiden Joko Widodo menyerukan kepada penduduk Indonesia untuk melakukan langkah-langkah pembatasan sosial.
Pembatasan sosial mulai digulirkan di Jakarta, Banten dan Jawa Barat pada 16 Maret 2020.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengungkapkan kenaikan angka kemiskinan sebagai dampak dari Covid-19 yang cukup cepat sebenarnya juga tercermin dari pertumbuhan ekonomi.
Baca Juga
"Pertumbuhan ekonomi pada kuartal I/2020 turun cepat sekali. Konsumsi rumah tangga untuk nonmakanan langsung anjlok," ujar Suhariyanto, Rabu (15/7/2020).
Selain itu, dia mengingatkan bahwa dampak Covid-19 terhadap pariwisata telah datang lebih dulu pada awal Februari 2020, sebelum ditemukan kasus Covid-19 di Indonesia.
"Kasus Covid kita kejadiannya hampir bareng dengan AS. Dampak ke perekonomian AS, jauh lebih dalam."
Secara umum, BPS juga melihat pendapatan masyarakat berkurang sejak Covid-19. Penurunan signifikan terjadi di kelompok bawah yang merupakan pekerja informal.
Meski PSBB baru diterapkan pada 16 Maret 2020, BPS mengungkapkan pembatasan sosial ini mengubah perilaku masyarakat secara drastis. Aktivitas ekonomi melambat sehingga pekerja yang berpenghasilan tidak tetap tertekan dan masyarakat yang berada di garis kemiskinan akhirnya jatuh miskin.
Suhariyanto mengungkapkan bantuan sosial pemerintah untuk masyarakat yang terdampak Covid-19 belum digulirkan pada Maret 2020.