Bisnis.com, JAKARTA — PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) memerlukan kucuran dana talangan secara jangka pendek sehingga kecepatan mekanisme pengucuran dana menjadi penting setelah menjadi salah satu penerima dukungan dalam program pemulihan ekonomi nasional senilai Rp8,5 triliun.
Pemerhati sektor penerbangan yang juga anggota ombudsman Alvin Lie mengatakan bahwa teknis dana talangan dalam bentuk mandatory convertible bond (MCB) tidak perlu dipermasalahkan, asalkan pemerintah bisa mengalirkannya secara cepat. Terlebih bentuk dana talangan juga bukan merupakan suntikan dana segar langsung ke tubuh maskapai.
Alvin menggambarkan kondisi Garuda saat ini sudah sampai titik darah penghabisan dan napas terakhir.
"Kalau tidak cepat ada tindakan luar biasa, tidak akan mampu bertahan 1—2 bulan ke depan," jelasnya, Selasa (14/7/2020).
GIAA melaporkan posisi pinjaman ke lembaga perbankan dan keuangan lebih besar dari posisi arus kas perseroan per 1 Juli 2020.
Posisi cash flow atau arus kas perseroan hanya sekitar US$14,5 juta per 1 Juli 2020.
Baca Juga
Dengan posisi arus kas itu, Dirut Garuda Indonesia Irfan Setiaputra melaporkan pinjaman ke bank dan lembaga keuangan senilai US$1,3 miliar per 1 Juli 2020.
Irfan membeberkan saldo utang usaha dan pinjaman emiten berkode saham GIAA itu mencapai US$2,22 miliar per 1 Juli 2020. Nilai itu terdiri atas US$905 juta dari operasional, pinjaman jangka pendek US$608 juta, dan pinjaman jangka panjang US$645 juta.
Untuk pinjaman jangka panjang, lanjut dia, terdapat pinjaman berbentuk sukuk senilai US$500 juta.