Bisnis.com, JAKARTA – Simplifikasi tarif cukai industri hasil tembakau (IHT) dkhawatirkan membawa efek negatif bagi industri.
Setidaknya ada dua efek yang diramalkan akan terjadi, yakni penurunan pangsa rokok premium dan peningkatan peredaran rokok ilegal.
Seperti diketahui, simplifikasi cukai IHT merupakan hasil dari pengesahan Peraturan Menteri Keuangan No. 77/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020-2024.
Komite Nasional Pelestarian Kretek menilai dampak dari penerbitan beleid tersebut akan terasa pada 2021.
"Jika PMK mengenai simplifikasi ini diterbitkan [pada kuartal III/2020], dampaknya mulai terlihat dari akhir tahun, dan potensi meningkatnya rokok ilegal akan mulai marak pada tahun depan," kata Ketua KNKP Azami Mohammad kepada Bisnis, Selasa (14/7/2020).
Azami menyebut simplifikasi cukai IHT berpotensi memperkuat karakter oligopolistik di IHT. Pasalnya, simplifikasi struktur tarif cukai IHT akan memaksa IKM berkometisi dengan pabrikan besar.
Baca Juga
Alhasil, industri kecil dan menengah (IKM) pada IHT diramalkan akan berkurang sekitar 25-30 persen dengan terbitnya PMK simplifikasi cukai IHT.
Seperti diketahui, IKM mendominasi sektor IHT hingga 98 persen dari total pabrikan IHT sebanyak 487 unit. Azami berpendapat
Adapun, cukai IHT diramalkan akan disederhanakan menjadi 3-5 golongan dari posisi saat ini sebanyak 10 golongan. Azami menilai cukai IHT saat ini sudah cukup menaungi diversifikasi produk IHT domestik.
"Pabrikan kecil tidak sanggup bertahan karena berhadapan langsung dengan pabrikan besar yang secara modal dan sumber daya lebih diuntungkan," ucapnya.
Selain itu, pihaknya telah meramalkan dua skema simplifikasi struktur cukai IHT tersebut, yakni penurunan cukai produk sigaret putih mesin (SPM) ke level sigaret kretek mesin (SKM) dan peningkatan cukai produk SKM agar sama dengan cukai produk SPM.
Azam menilai kedua skema tersebut akan sangat merugikan industri kretek lantaran hilangnya barrier pabrikan SKM lokal dengan SPM multinasional. Selain itu, lanjutnya, pabrikan sigaret kretek tangan (SKT) yang notabenenya IKM padat karya akan tumbang karena tidak sanggup bertahan.
Adapun, KNPK mendata produksi maupun konsumsi SKT mengalami tren penurunan selama 2011-2017. Jika dikalkulasikan, pertumbuhan konsumsi dan produksi SKIT selama 2011-2017 terkontraksi 5,5 persen per tahun.
Di samping itu, Azami menyatakan saat ini sedang terjadi perubahan konsumsi rokok di lapangan yakni dari rokok premium menjadi rokok murah atau rokok berukai golongan 2 dan 3. Azami meramalkan pangsa pasar rokok murah akan naik sekitar 15 persen pada akhir 2020.
Menurutnya, perpindahan tersebut terjadi karena peningkatan cukai yang eksesif oleh pemerintah selama beberapa tahun terakhir. Selain perpindahan preferensi produk, Azami menilai konsumsi rokok ilegal akan menjadi pilihan mengingat rokok ilegal tidak memiliki cukai.
"Jika konsumennya sudah terentuk, produksi rokok ilegal akan marak beredar. Peredaran rokok ilegal muncul disebabkan tertutupnya persaingan sehat bisnis rokok di Indonesia," katanya.