Bisnis.com, JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyatakan peningkatan peran Bank Indonesia dalam pembiayaan APBN berpotensi meningkatkan inflasi hingga tahun 2022.
Dalam bahan paparan rapat kerja dengan DPR, Senin (6/7/2020), Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengungkapkan ada dua risiko kenaikan inflasi dari setiap penerapan skenario burden sharing yang hingga kini skenarionya masih terus dibahas oleh pemerintah dan bank sentral.
Pertama, pembelian SBN oleh BI untuk public goods sebesar Rp397,6 triliun pada tahun 2020, akan meningkatkan inflasi pada tahun 2021 sekitar 4,88% hingga 6,69%.
"Inflasi kemudian menurun pada tahun 2022," papar Perry dalam bahan paparan yang dikutip Bisnis, Senin (6/7/2020).
Sementara itu pembelian SBN oleh BI untuk public goods, UMKM, dan Korporasi sebesar Rp574,6 triliun pada tahun 2020, juga akan meningkatkan inflasi tahun 2021 sekitar 5,26% hingga 8,15%. Kenaikan inflasi masih berlanjut pada tahun 2022 menjadi sekitar 3,26% hingga 4,13%
Kedua, bos BI juga memberikan peringatan tegas, jika pembiayaan APBN oleh BI yang berlanjut pada 2021-2022 dapat menyebabkan Inflasi tidak terkendali. Dia mencontohkan, pembelian SBN oleh BI untuk public goods pada 2020 serta SBN pada 2021 sebesar Rp 226,5 triliun dan Rp 119,5 triliun pada 2022 menyebabkan inflasi pada 2021 sekitar 5,39%-7,92%.
Baca Juga
Menurutnya, tekanan inflasi berpotensi sangat tinggi apabila BI membeli SBN oleh BI untuk public goods, UMKM, dan Korporasi sebesar Rp574,6 triliun pada tahun 2020 serta SBN pada 2021 sebesar Rp 226,5 triliun dan Rp 119,5 triliun pada 2022. Dalam skenario terakhir ini, inflasi tahun 2021 sekitar 5,76%-9,38%, serta berkisar 4,37%-7,01% pada 2022. Selain itu, inflasi berpotensi masih tinggi pada 2023.