Bisnis.com, JAKARTA - PT Asia Pacific Fiber Tbk. (APF) menduga ada rantai koordinasi yang putus antara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Pasalnya, importasi masker medis maupun alat pelindung diri (APD) medis masih terjadi walaupun kapasitas produksi kedua barang tersebut telah surplus dari permintaan nasional.
Head of Corporate Communication APF Prama Yudha Amdan menilai masih ada pola pikir yang berbeda antara kondisi riil penyerapan masker dan APD medis di dalam negeri dan hasil keputusan rapat antar instansi pada awal kuartal II/2020. Menurutnya, rapat tersebut memutuskan bahwa syarat penggunaan masker dan APD medis berdasarkan tes penetrasi air dan darah, bukan bahan baku yang digunakan.
"[Perwakilan] WHO secara clear bilang apapun bahan bakunya, [masker dan APD medis yang digunakan] harus lolos lewat beberapa pengujian. Makanya, kami bukan berlomba-lomba, tapi giat memproduksi, riset, dan mengembangkan masing-masing [bahan baku masker dan APD medis]," katanya kepada Bisnis, Kamis (2/7/2020).
Seperti diketahui, rapat tersebut dilakukan secara virtual dan dihadiri oleh beberapa pabrikan TPT, berbagai asosiasi industri TPT, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perindustrian, Produsen, dan perwakilan WHO di Indonesia. Prama menyatakan rapat tersebut membahas ketersediaan masker dan APD medis yang jumlahnya defisit.
Setelah itu, ditentukan bahwa kebutuhan APD per bulan sekitar 6 juta unit dan sekitar 31 pabrikan memiliki kapasitas untuk memproduksi tersebut. Adapun, 31 parikan tersebut termasuk APF telah menyatakan komitmen untuk memproduksi masker dan APD medis dalam waktu dekat.
"Dalam meeting itu, baik dari Kemenperin, Kemenkes, maupun Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyatakan akan mempermudah perizinan [edar] karena sifat keadaanya yang darurat," ucapnya.
Baca Juga
Pada rapat akhir, diputuskan bahwa syarat masker dan APD medis menjadi lulus uji melainkan bahan baku pada 3 April 2020. Namun demikian, sebagian pabrikan masih menyatakan beberapa tenaga medis maupun pihak dari Kemenkes masih mensyaratkan bahan baku nonwoven spundbond polypropilene dalam menyerap masker maupun APD medis.
Adapun, lulus uji tersebut dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat ANSI/AAMI PB70:2012, ASTM F1670-2017, dan ASTM F1671-2013. Uji ini merupakan tahapan lanjutan setelah lolos dari pengujian penetrasi dan tekanan air dan darah sebagai prasyarat mutlak APD untuk penanganan Covid-19.
Prama mendata pihaknya dapat memproduksi bahan baku untuk 400.000 unit pakaian pelindung medis per bulan dan 900.000 jubah bedah per bulan. "Kami masih dalam tahap finalisasi [bahan baku] masker N95, untuk kapasitas masker masih belum bisa didefinisikan."
Walaupun Kementerian Kesehatan belum menyerap APD lokal, Prama menilai hal tersebut sebagai berkah yang tersamarkan. Pasalnya, permintaan APD di dalam maupun di luar negeri tetap tinggi.
Menurutnya, hingga saat ini sudah ada beberapa produsen garmen asing yang mencoba untuk menyerap bahan baku APD besutan APF. Pasalnya, knit polyester yang diproduksi APF memiliki karakteristik polyester dan telah lulus uji penetrasi darah dan air.
"Kalau memang bahan bakunya tidak layak, Pemda [pemerintah daerah] Jawa Tengah dan Jawa Timur pakai bahan baku kami. Makanya, gap [pemahaman antara Kemenkes dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19] ini yang harus diselesaikan," ucapnya.