Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Minim Kebijakan Fasilitas Dagang, Indonesia Klaim Tak Restriktif

Pemerintah mengklaim upaya inisiasi pengamanan dagang bertujuan mencegah terjadinya praktik tak adil.
Suasana bongkar muat peti kemas di Jakarta International Container Terminal, Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (8/1/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam
Suasana bongkar muat peti kemas di Jakarta International Container Terminal, Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (8/1/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah memastikan posisi Indonesia sebagai pendukung perdagangan yang adil di level global.

Berbagai inisiasi pengamanan dagang pun dilakukan untuk mencegah terjadinya praktik tak adil alih-alih untuk merestriksi akses produk impor. 

"Inisiasi anti-dumping dan safeguard dilakukan untuk menciptakan perdagangan yang adil, bukan untuk restriksi," kata Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kementerian Koordinator Perekonomian Bambang Winarso ketika dihubungi Bisnis, Rabu (1/7/2020).

Respons ini diberikan Bambang usai World Trade Organization (WTO) merilis laporan yang memperlihatkan bahwa Indonesia tak terkonfirmasi memberlakukan fasilitasi impor yang tak berkaitan Covid-19 selama periode Oktober 2019 sampai Mei 2020.

Pada periode ini, Indonesia diklaimnya justru menginisasi penyelidikan anti-dumping dan safeguard untuk sejumlah produk impor.

Di sisi lain, Bambang menjelaskan bahwa fasilitasi impor yang diberlakukan Indonesia dilakukan lewat pembenahan tata niaga agar tak bermuatan regulasi yang berlebihan. Menurutnya, terdapat regulasi impor dan ekspor yang repetitif dari satu instansi ke instansi lain sehingga memerlukan simplifikasi dan integrasi.

"Untuk industri dalam negeri pun kami memfasilitasi akses bahan baku yang diimpor, misal pasokan bahan baku APD [alat pelindung diri] yang dialihkan dari Korea Selatan dan Jepang karena lobi pemerintah," lanjutnya.

Laporan yang dipublikasi WTO penghujung Juni lalu menyebutkan, nilai perdagangan negara-negara anggota G-20 selama Oktober 2019–Mei 2020 yang menikmati dampak fasilitasi impor yang tak berkaitan dengan Covid-19 mencapai US$735,6 miliar.

Jumlah ini naik signifkan dibandingkan periode Mei–Oktober 2019 yang berjumlah US$92,6 miliar. Organisasi tersebut mencatat nominal tersebut menjadi yang tertinggi sejak mereka mulai menghitung dampak fasilitasi dagang pada 2014 silam.

Laporan itu juga menyebutkan nilai perdagangan yang terdampak hambatan perdagangan alias restriksi yang tak berkaitan langsung dengan Covid-19 diestimasi mencapai US$417,5miliar. Ini adalah angka tertinggi ketiga sejak dampak restriksi dicatat WTO pada Mei 2020.

Kebijakan restriksi pun bervariasi mulai dari kenaikan tarif, larangan impor, prosedur bea cukai yang lebih ketat dan pemberlakuan bea ekspor.

Dalam konteks daya saing, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengemukakan kehadiran fasilitasi impor biasanya diiringi dengan kepercayaaan diri suatu negara dalam bersaing dengan produk-produk yang diimpor dari negara lain. Hal ini pun merupakan respons atas akses pasar yang diberikan suatu negara kepada mitranya.

Eko menilai Indonesia belum berada pada tahap tersebut karena masih dihadapkan pada masalah daya saing pada produksi di dalam negeri. Dia tak memungkiri jika sejumlah produk industri dalam negeri telah memiliki kemampuan ekspor dan daya saing tinggi, namun hal itu tak banyak terjadi pada kegiatan produksi lainnya.

"Kita punya semangat untuk mengakses pasar yang lebih besar, namun untuk membuka ruang yang lebih besar bagi produk negara lain, kita masih kelabakan. Strategi penguatan di dalam negeri belum siap," ujarnya.

Oleh karena itu, Eko berpendapat kendala daya saing ini bisa diurai jika Indonesia bisa menjadi bagian dalam rantai pasok global. Indonesia dinilainya bisa memetik banyak keuntungan dari langkah ini.

"Vietnam dan Thailand telah memulai langkah ini, misal dalam rantai pasok otomotif dan pangan. Mereka ambil bagian dengan menyediakan bahan baku atau bahan pendukung dari industri hilir," jelasnya.

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper