Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ancaman Dumping Meningkat, Sejumlah Sektor Antisipasi Banjir Impor

Sejumlah negara mitra dagang Indonesia diperkirakan bakal menerapkan kebijakan perdagangan yang tidak adil seperti dumping dan subsidi terhadap produknya. Hal itu berpeluang membuat produk RI kalah saing oleh produk impor.
Pabrik ban vulkanisir/Antara-Aji Styawan
Pabrik ban vulkanisir/Antara-Aji Styawan

Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku industri di dalam negeri mulai mengantisipasi potensi masuknya produk-produk impor yang ditunggangi praktik curang dalam perdagangan, terutama setelah beberapa negara mitra dagang RI mulai mengaktifkan kembali ekonominya pascakarantina Covid-19.

Hal ini setidaknya dilakukan oleh produsen ban. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ban Indonesia (APBI) Azis Pane mengemukakan adanya potensi serbuan ban yang diproduksi oleh pabrik-pabrik China yang direalokasi ke negara Asia Tenggara.

"China kemungkinan besar akan mendirikan pabrik di Myanmar, Laos dan Kamboja. Melihat perkembangan indsutri ban dunia yang begitu pesat terutama oleh China, maka Indonesia harus hati-hati dalam pelaksanaan Intra-Asean Trade karena yang akan dihadapi itu bukan sesama ban dari Asean tetapi dari raksasa ekonomi dari China yang telah relokasi pabriknya," kata Azis kepada Bisnis, Senin (8/6/2020).

Tuduhan dumping sendiri sendiri telah menyasar produk ban asal perusahaan China. Petisi antidumping tercatat telah disampaikan oleh Serikat Pekerja Baja Amerika Serikat (USW) pada awal Mei 2020.

Petisi antidumping yang diajukan atas produksi ban penumpang atau truk ringan tersebut diproduksi di pabrik yang berlokasi di empat negara yakni Korea Selatan, Taiwan, Thailand, dan Vietnam dengan nilai US$4,4 miliar pada 2019.

Hal serupa disampaikan pula oleh Widodo Widodo Aji Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA). Meski ekspor besi dan baja mencatatkan kenaikan selama periode Januari–Maret sebesar 36 persen dan penurunan impor sebesar 23 persen, Widodo mengatakan permintaan di dalam negeri telah turun 50 persen dan volume impor masih cukup signifikan.

"Karena demand turun dan impor masih tinggi, uilisasi industri baja hanya 10 sampai 30 persen, ini artinya berdarah-darah," ujarnya.

Seiring melemahnya permintaan global, dia pun mengemukakan invetori produk besi dan baja cenderung meningkat sampai tiga kali lipat. Dia mengkhawatirkan hal ini bisa memicu potensi banjir impor sehingga memerlukan antisipasi segera.

"Sejumlah negara mulai meningkatkan bea masuk seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa. Di sisi lain ada yang memberi fasilitas ekspor seperti tax rebate, oleh karena itu kami dari Asosiasi meminta adanya percepatan penetapan antidumping dan safeguard," ujar Widodo.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper