Bisnis.com, PEKANBARU - Moody’s Investor Service melihat kondisi keuangan di pasar negara berkembang atau emerging markets mulai stabil. Kendati demikian, dampak pandemi Covid-19 masih menjadi ganjalan bagi kredit yang diterbitkan pemerintah maupun korporasi di sejumlah negara.
Rahul Ghosh, SVP-Emerging Markets Research di Moody’s, dalam riset tertanggal 29 Juni 2020 menunjukkan bahwa Indikator Kondisi Keuangan (Financial Condition Indicators/FCI) di sebagian besar negara berkembang mulai stabil, dilihat dari sisi aliran modal, pergerakan pasar saham, spread obligasi, hingga sentimen makroekonomi.
Dirinya menjelaskan seiring dengan kondisi yang mulai tenang belakangan ini, sebagian besar penerbit utang di negara berkembang akan menghindari pembiayaan yang dapat meningkatkan gejolak pada neraca pembayaran.
“Hal ini akan memudahkan penerbit utang yang memiliki peringkat (rated credit) di negara berkembang untuk mengakses likuiditas dolar AS dan kembali ke pasar primer,” tulis Ghosh, seperti dikutip pada Selasa (30/6/2020).
Adapun perlu diperhatikan bahwa dampak pandemi terhadap pertumbuhan, pendapatan, dan utang akan meningkatkan risiko kredit yang diterbitkan dari negara berkembang. Pasalnya, jumlah kasus positif Covid-19 yang belum menunjukkan penurunan di sejumlah negara bakal menyulitkan pemerintah untuk membuka kembali perekonomian.
Kendati pemerintah sudah memberikan sejumlah relaksasi, lanjut Ghosh, posisi turunnya output ekonomi dalam beberapa bulan belakangan akan menjadi beban bagi pemerintah maupun korporasi di negara berkembang di kemudian hari.
Baca Juga
“Pandemi ini bahkan akan mempercepat tren menuju ekonomi proteksionisme global, menekan prospek perdagagangan emerging markets setelah pembatasan sosial dilonggarkan,” tulis Ghosh.
Selanjutnya, pandemi telah menjadi tantangan besar bagi kelemahan struktural suatu negara yang tercermin pada profil kreditnya. Dengan demikian, negara-negara yang memiliki neraca keuangan yang sehat atau negara yang mengambil langkah sigap yang akan berada di posisi menguntungkan saat pemulihan nanti.
Ghosh menunjukkan dari 731 perusahaan nonkeuangan di negara berkembang yang dinilai oleh Moody’s, sekitar sepertiga perusahaan memiliki bias negatif dan 83 persen di antaranya berada di bawah investment grade.
Dia menegaskan kendati sentimen di pasar mulai membaik tetapi tekanan kredit bagi perusahaan di negara berkembang masih ada dan dikhawatirkan berujung pada gagal bayar atau default.
Di sektor perbankan, Ghosh menyebut risiko sistemik akan tetap membayangi selama beberapa waktu ke depan. Aliran modal dan depresiasi mata uang pun akan dapat memicu krisis perbankan di negara berkembang seperti dulu.
Adapun, Moody’s mencatat sebagian besar perbankan di emerging markets—kecuali di Turki—tidak bergantung dengan pendanaan jangka pendek bermata uang asing. Kualitas aset dan profitabilitas diperkirakan akan menurun.
Pemerintah di sejumlah negara diharapkan terus memberi dukungan untuk perbankan sistemik dalam menghadapi tekanan yang lebih besar nantinya.