Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Masyarakat Masih Susah Mendapat Rumah

Stimulus berupa subsidi selisih bunga tersebut tampaknya kurang dukungan dalam hal realisasi dari pihak perbankan
Foto aerial kompleks perumahan bersubsidi di Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (31/1/2020)./Antara-Nova Wahyudi
Foto aerial kompleks perumahan bersubsidi di Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (31/1/2020)./Antara-Nova Wahyudi

Bisnis.com, JAKARTA — Stimulus perekonomian untuk bidang perumahan dinilai belum berjalan maksimal sehingga berdampak pada susahnya calon konsumen untuk memiliki rumah. Padahal, stimulus tersebut diperuntukkan untuk menambah kuota rumah bersubsidi yang sebelumnya terbatas.

Wakil Ketua Umum DPP Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Theresia Rustandi mengatakan bahwa saat ini kendala di lapangan adalah ketatnya perbankan dalam menyalurkan kredit pemilikan rumah. Alhasil, stimulus senilai Rp1,5 triliun itu kurang terserap maksimal.

"Perbankan makin ketat. Properti masih sulit bergerak," katanya kepada Bisnis, Selasa (30/6/2020).

Sektor properti sebetulnya membutuh stimulus tersebut untuk mengerek permintaan rumah meskipun margin permintaan tak terlalu besar. Hanya saja, stimulus berupa subsidi selisih bunga (SSB) tersebut tampaknya kurang dukungan dalam hal realisasi dari pihak perbankan.

REI berharap supaya stimulus itu harusnya sejalan dengan dukungan pelbagai pihak. Theresia mengatakan bahwa adanya dana besar itu diharapkan bisa memacu pergerakan di sektor properti.

"Dana disiapkan pemerintah tapi kriteria ketat, ya, sama saja tidak jalan. Misalnya, di Bali yang sebagian besar pekerjaannya di [sektor] pariwisata yang terkena dampak covid, kalau mengajukan KPR, ya, pasti ditolak," ujarnya.

CEO Riscon Realty sekaligus Sekretaris Jenderal Himperra Ari Tri Proyono menyatakan hal serupa. Sejauh ini, stimulus di sektor perumahan yang digulirkan Kementerian PUPR pada April lalu dinilai belum berjalan efektif sehingga keinginan konsumen untuk memiliki rumah tersendat.

Pada saat bersamaan, sebagian perbankan memang ketat menyalurkan kredit lantaran untuk meminimalisir kredit macet alias non-performing loan (NPL).

"Belum efektif. Justru persoalannya malah gara-gara bank makin selektif terhadap konsumen. Rata-rata hanya mau [menyalurkan pada] PNS, TNI/Polri dan BUMN," kata dia.

Direktur Finance, Planning, & Treasury bank BTN Nixon LP Napitupulu mengatakan bahwa pihaknya tidak melakukan pengetatan sehubungan adanya stimulus ekonomi bidang perumahan.

Masalahnya, kondisi covid-19 membuat permintaan rumah memang menurun jika dibandingkan dengan kondisi normal. Akan tetapi, bagi BTN penyaluran tetap dilaksanakan dari latar belakang manapun baik pegawai swasta yang mencapai 75 persen.

"Rasanya belum ada pengetatan ya. Sejak Maret memang menurun, tetapi lebih karena dampak Covid," katanya.

Menurut dia, kondisi pasar properti menurun terutama di DKI Jakarta dan Jawa Barat, sedangkan di daerah masih terus bergerak. Belakangan masyarakat lebih mementingkan kebutuhkan pokok daripada membeli rumah. Kendati demikian, katanya, BTN pada Mei lalu mampu menyalurkan KPR subsidi senilai Rp800 miliar.

"Kemudian, [hambatan] soal akad, notaris itu kan harus ketemu, tapi terkendala Covid. Saat kita datang ke rumah konsumen pun, mereka itu belum berani menerima tamu. Jadi, bukan kita ketat seperti biasa saja. Cuma karena adanya corona ini maka properti menurun," tuturnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ilham Budhiman
Editor : Zufrizal
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper