Bisnis.com, JAKARTA — Bank Dunia mengeluarkan beberapa rekomendasi terkait sektor jalan nasional untuk meningkatkan kualitas belanja pemerintah.
Hal ini tertuang dalam kajian belanja publik yang bertujuan membantu Pemerintah Indonesia mengidentifikasi kendala-kendala dalam belanja publik yang efektif dan efisien dan memberi cara-cara untuk meningkatkan kualitas belanja untuk merealisasikan tujuan pembangunan Indonesia.
Dalam bagian tiga, kajian ini mencakup belanja pada infrastruktur yang dipaparkan secara daring dalam acara Improving Quality of on Infrastructure: National Roads, Housing, Water Resource Management, and Water Supply pada Kamis (25/6/2020).
Elena Chesheva, Senior Transport Specialist mengatakan bahwa beberapa peningkatan baru-baru ini terjadi di sektor jalan nasional.
Pertama, bagian pekerjaan dengan nilai kontrak yang besar telah meningkat, yang dapat menyebabkan peningkatan efisiensi dan efektivitas belanja.
Dia menjelaskan konsolidasi kontrak tersebut terutama dipicu oleh pelaksanaan kebijakan pengadaan yang lebih maju.
Baca Juga
Pada periode 2013—2017, nilai kontrak untuk pemeliharaan jalan meningkat karena jumlah kontrak yang berkurang dari sekitar 1.100 menjadi 517, dengan paket terbesar (di atas Rp30 miliar) merupakan 72 persen pengeluaran pada 2017 dibandingkan dengan 31 persen pada 2013.
Namun, jelasnya, rata-rata nilai kontrak pemeliharaan jalan tetap lebih kecil dari Rp20 miliar pada 2017, sedangkan sebagian besar nilai kontrak penmbangunan jalan nasional berada di atas Rp50 miliar.
Lebih lanjut, jelasnya, Pemerintah Indonesia didorong untuk melanjutkan konsolidasi kontrak-kontrak bernilai kecil ke kontrak-kontrak yang bernilai lebih besar yaitu lebih dari Rp30 miliar.
Elena menjelaskan bahwa langkah tersebut akan meningkatkan efisiensi dalam pengadaan dan menarik pemain baru yang lebih besar ke pasar dengan skala ekonomi dan sistem jaminan kualitas yang lebih baik, yang diharapkan akan mendatangkan peningkatan kinerja pelaksanaan. "Upaya berkelanjutan harus dilakukan untuk menilai dampak peningkatan nilai kontrak dalam hal kualitas dan biaya pekerjaan jalan."
Kedua, peraturan yang baru diluncurkan Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2018 yang memungkinkan skema remunerasi secara lump-sum untuk berbagai layanan yang lebih luas diharapkan dapat mendorong pelaksanaan kontrak berbasis kinerja.
Rekomendasi juga termasuk untuk tetap menerapkan kebijakan pengadaan sebelumnya dan secara bertahap beralih ke kontrak dengan fokus berbasis hasil yang lebih besar yang akan meningkatkan efisiensi belanja.
"Pengalaman sebelumnya di negara-negara Amerika Latin dan Karibia telah menunjukkan bahwa kontrak yang lebih berbasis hasil dapat menyebabkan penghematan biaya yang substansial untuk badan pengelola jaringan jalan antara 25 persen sampai 35 persen," katanya.
Ketiga, alat perencanaan pengeluaran yang lebih modern mulai digunakan, Ditjen Bina Marga saat ini menerapkan RAMS (reliability, availability, maintainability, dan safety) di semua balai berikut dengan versi terbaru dari IRMS (Indonesia Road Management System) yaitu IRMS v.3 di tingkat pusat.
Ditjen Bina Marga didorong untuk menyelesaikan penggunaan perangkat pusat perencanaan jaringan untuk menggantikan metode lembar lajur (spreadsheet) adhoc saat ini.
Keempat, pelaksanaan anggaran untuk jalan nasional telah meningkat. Tingkat pelaksanaan anggaran Ditjen Bina Marga meningkat dari 87,4 persen pada 2010 menjadi 93,5 persen pada 2017, kecuali penurunan dalam pelaksanaan pada 2016 karena adanya pemotongan anggaran.
Peningkatan ini kemungkinan disebabkan oleh pelaksanaan kebijakan untuk pengadaan di muka dan persetujuan lebih awal dari daftar isian pelaksanaan anggaran. Namun, tingkat pelaksanaan anggaran menurun menjadi 89,3 persen pada 2018 karena adanya penundaan yang signifikan dalam proses pelelangan untuk beberapa kontrak tahun jamak.
"Ke depan DJBM [Ditjen Bina Marga] harus bertujuan untuk mempertahankan tingkat pelaksanaan yang tinggi," katanya.
Dia menambahkan bahwa terdapat beberapa agenda reformasi yang tersisa yaitu memastikan bahwa ada fokus pada efisiensi dan efektivitas bukan hanya pada kuantitas.
Lebih lanjut, kata Elena, Ditjen Bina Marga harus menetapkan ulang indikator strategis transportasi untuk berfokus pada efisiensi dan efektivitas, daripada hanya pada kuantitas, diperlukan lebih banyak upaya untuk memastikan kualitas dan kinerja jaringan nasional yang baik, dan diperlukan adanya pemantauan yang lebih ketat terhadap biaya untuk memastikan bahwa biaya penanganan jalan dan siklus usia pakai yang lebih tinggi telah sesuai.
Kemudian, mengembangkan strategi jangka panjang untuk mengatasi kesenjangan kapasitas jaringan jalan.
Dia menambahkan bahwa Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah untuk mengatasi kesenjangan dalam kapasitas jaringan jalan dengan memperluas jaringan dan memperluas kapasitas jalur.
Pemerintah Indonesia perlu mengembangkan strategi perjanjian pengusahaan jalan tol (PPJT) yang baik, didanai secara penuh, dan berharap untuk jangka panjang sekitar 50 tahun untuk memastikan bahwa pelaksanaan PPJT tersebut terus berada di jalurnya, sedangkan pengeluaran untuk jalan nasional tidak ketinggian.
Selanjutnya, meningkatkan pengumpulan dana yang tersedia untuk jalan nasional dan jalan bebas hambatan termasuk dengan memanfaatkan sektor swasta.
Terakhir, mengatasi tantangan kelembagaan untuk melaksanakan reformasi.
Sementara itu, Herry Trisaputra Zuna, Direktur Pengembangan Sistem Strategi Penyelenggaraan Pembiayaan, Kementerian PUPR, menanggapi rekomendasi tersebut menyakan, "Rekomendasi World Bank harus disesuaikan dengan implementasi di tiap-tiap daerah di Indonesia. Jadi, harus dilakukan pengawasan."