Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pertumbuhan Industri Makanan dan Minuman Stagnan

GAPPMI berharap supaya pelonggaran pembatasan sosial berskala besar mampu mendorong konsumsi masyarakat.
Pekerja menyusun aneka jenis minuman kaleng di salah satu grosir penjual makanan dan minuman kemasan di Pekanbaru, Riau, Senin (12/6)./Antara-Rony Muharrman
Pekerja menyusun aneka jenis minuman kaleng di salah satu grosir penjual makanan dan minuman kemasan di Pekanbaru, Riau, Senin (12/6)./Antara-Rony Muharrman

Bisnis.com, JAKARTA — Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia memperkirakan pertumbuhan industri makanan dan minuman semester pertama tidak berbeda jauh dengan capaian triwulan pertama sebesar 3,9 persen.

"Kami berharap pelonggaran pembatasan sosial berskala besar [PSBB] diharapkan mampu mendorong konsumsi masyarakat," ujar Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi Lukman, Rabu (24/6/2020).

Selain pelonggaran PSBB, Adhi berharap rangkaian program bantuan pemerintah mampu mendorong daya beli masyarakat seperti kartu prakerja, bantuan sosial, insentif fiskal, dan pajak.

Untuk bansos, dia berharap supaya diberikan dalam bentuk uang tunai daripada  paket sembako agar mampu mendorong ekosistem ekonomi karena ada uang yang berputar terhadap industri, baik ritel, distributor, pasar, dan lainnya.

Adapun, ketersediaan bahan baku, Adhi mengatakan hingga saat ini pasokannya masih aman. Namun, ada beberapa bahan baku yang mesti diwaspadai seperti gula, garam, hingga susu untuk bahan baku pada semester kedua nanti. Menurut Adhi, pemerintah mesti waspada jangan sampai ada keterlambatan pemberian izin sehingga, apabila ada kendala, pengusaha bisa segera mengantisipasi dengan mencari pasokan dari negara lain.

Meski begitu, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani mengatakan bahwa daya beli masyarakat masih relatif rendah untuk mendongkrak konsumsi masyarakat hingga penghujung tahun.

Selama tingkat konsumsi dan daya beli yang masih tertekan, ujarnya, masih sulit membuat proyeksi pertumbuhan kinerja ekonomi yang juga bergantung pada penciptaan lapangan kerja.

Pemulihan konsumsi masyarakat, kata Shinta, sangat tergantung pada seberapa cepat pemerintah menciptakan lapangan pekerjaan sepanjang krisis Covid-19.

Kalau penciptaan lapangan kerja ternyata lambat sepanjang semester kedua, kemungkinan besar sulit mendorong pertumbuhan industri mamin lebih dari 5 persen pada 2020.

Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Lerindustrian Abdul Rochim mengatakan biasanya momen Ramadan dan Lebaran, permintaan industri makanan minuman naik hingga 30 persen dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Namun, periode kali ini pertumbuhan tersebut nyaris tidak ada.

Menurutnya, hanya ada beberapa produk yang mengalami kenaikan permintaan seperti pengalengan ikan dan mi instan yang terdongkrak penyaluran bansos.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Editor : Zufrizal
Sumber : Tempo.co
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper