Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pelaku Industri Berharap Kesaktian Beleid Komponen Lokal Produk Farmasi

Kementerian Perindustrian pada akhir kuartal I/2020 menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian No. 16/2020 tentang Ketentuan dan Tata Cara Perhitungan Nilai TKDN Produk Farmasi. Adapun, perhitungan TKDN tersebut secara kasat mata berbasis produksi.
Satu botol obat Remdesivir terletak selama konferensi pers tentang penelitian Remdesivir pada pasien di Rumah Sakit Universitas Eppendorf (UKE) di Hamburg, Jerman,8 April 2020./ Ulrich Perrey-AFP-Bloomberg.
Satu botol obat Remdesivir terletak selama konferensi pers tentang penelitian Remdesivir pada pasien di Rumah Sakit Universitas Eppendorf (UKE) di Hamburg, Jerman,8 April 2020./ Ulrich Perrey-AFP-Bloomberg.

Bisnis.com, JAKARTA – Terbitnya aturan tentang Ketentuan dan Tata Cara Perhitungan Nilai TKDN produk farmasi menjadi salah satu titik cerah pembangunan industri bahan baku obat nasional.

Kementerian Perindustrian pada akhir kuartal I/2020 menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian No. 16/2020 tentang Ketentuan dan Tata Cara Perhitungan Nilai TKDN Produk Farmasi. Adapun, perhitungan TKDN tersebut secara kasat mata berbasis produksi.

Dengan kata lain, asal tenaga kerja, permesinan dan asal material memiliki peranan lebih tinggi dibandingkan nilai investasi.

Adapun, beleid tersebut mengatur bahwa kandungan bahan baku memiliki bobot 50 persen, penelitian dan pengembantan sebesar 30 persen, produksi sebesar 15 persen, dan pengemasan 5 persen.

"TKDN ini sudah ditunggu cukup lama dan terakhir pemerintah rupanya sangat serius untuk investasi [industri farmasi] bertambah di Indonesia," ujar Ketua Umum Gabungan Pengusaha Farmasi (GPFI) F. Tirto Kusnadi di Jakarta akhir pekan lalu.

Titrto menjelaskan investasi industri bahan baku obat (BBO) menjadi penting di dalam negeri. Hal tersebut mengingat 180 pabrikan farmasi di dalam negeri merupakan pabrikan formulasi alias pembentukan obat melalui sintesis BBO.

Menurutnya, salah satu hal yang dapat mendorong investasi industri BBO lokal adalah kepastian pasar, salah satunya dengan adanya TKDN. Namun demikian, Tirto merasa implementasi TKDN tersebut akan memiliki banyak pertentangan.

GPFI mendata Indonesia mengonsumsi BBO sekitar 3-6 persen dari total produksi BBO dunia. Sementara itu, Amerika Serikat mengonsumsi sekitar 5-6 persen BBO dunia.

"Industri [farmasi] luar negeri tidak suka kalau ada industri BBO di Indonesia. [Industri farmasi asing] maunya [industri farmasi lokal] impor terus saja. Padahal sebenarnya kalau bisa [membangun industri BBO] bisa ada penghematan valas dan banyak menolong masyarakat," ucapnya.

Sebelumnya, Plt. Direktur Industri Kimia Hilir dan Farmasi Kemenperin Adi Rochmanto menyatakan akan menyelenggarakan program link and match antara peneliti dan industriawan untuk menggenjot ketersediaan BBO nasional.

Menurutnya, hal tersebut diperlukan agar industri farmasi nasional tidak ketergantungan bahan baku jika pandemik kembali menyerang.

"Kita memiliki bahan baku hayati asli Indonesia sekitar 30.000 jenis. [Namun,] yang menjadi [bahan baku] fitofarmaka 60 jenis, sedangkan baru 300 jenis yang sudah menjadi [BBO} herbal. Dalam 10 tahun ke depan, diprediksikan kita akan positif 70-80 persen [BBO yang diproduksi di dalam negeri]," katanya kepada Bisnis.

Adi menyampaikan penandatanganan nota kesepahaman antara balai penelitian Kemenperin dan industriawan seharusnya dilakukan pada akhir kuartal I/2020. Namun demikian, ujarnya, penandatanganan tersebut akan diundur hingga wabah Covid-19 dapat dikendalikan.

Adi berujar akan mendorong pembangunan infrastruktur industri pengolahan BBO herbal sebagai substitusi impor BBO sintetis.

Selain itu, Adi menyatakan juga akan menggenjot pembangunan infrastruktur industri BBO dengan penyelesaian proyek mega seperti perampungan pembangunan kawasan industri Bintuni dan PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI). 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper