Bisnis.com, JAKARTA – Ombudsman siap mengawal pelaksanaan kebijakan ekspor lobster, kepiting, dan rajungan, guna mengurangi risiko merugikan nelayan serta merusak budi daya.
Anggota Ombudsman Alamsyah Saragih mengatakan pelaksanaan kebijakan itu berisiko tinggi dari sisi akuntabilitas administratif dan berpotensi melahirkan kecurangan.
"Karena penetapan yang bersifat terbatas akan berpotensi bertentangan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat," kata Alamsyah, Senin (8/6/2020)
Pihaknya pun mengingatkan komitmen pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah lokal dalam rantai pasok harus menjadi acuan dan tidak hanya menghitung untung atau rugi. Sejalan dengan hal itu, Alamsyah mengimbau pemerintah untuk mengkaji lebih mendalam dan menyusun kebijakan yang menyangkut pengelolaan sumber daya alam lebih partisipatif.
Menurutnya, implementasi kebijakan ekspor lobster ini harus dilakukan secara transparan, terutama dalam penunjukan eksportir yang bebas dari rekam jejak penyelundupan.
Terpisah, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati menilai peraturan itu memberikan keuntungan bagi investor, eksportir, dan importir.
Baca Juga
Sayangnya, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 malah dianggap dapat memberikan ancaman terhadap kelangsungan sumber daya perikanan.
"Permen KP 12/2020 sangat pro-investor serta eksportir, dan berpotensi merugikan nelayan kecil maupun tradisional," katanya.
Pihaknya berharap kebijakan yang berpeluang memberikan celah bagi para eksportir nakal ini harus diantisipasi oleh para penegak hukum.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto mengatakan pemerintah akan terus mendorong adanya budi daya lobster di daerah meski ada regulasi itu.
"Eksportir juga harus memenuhi kuota yang diperbolehkan untuk ekspor dan tidak boleh melebihi jumlah yang dibudidayakan," ujarnya.