Bisnis.com, JAKARTA – PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) menerangkan lonjakan tagihan yang dialami sebagian pelanggan tidak disebabkan oleh kenaikan tarif ataupun subsidi silang antara pelanggan golongan tertentu dengan golongan yang lain.
Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Saril mengatakan dengan adanya pencatatan rata-rata itulah yang menyebabkan adanya lonjakan.
“Lonjakan pada sebagian pelanggan tersebut terjadi semata-mata karena pencatatan rerata rekening sebagai basis penagihan pada tagihan bulan Mei, pada bulan Juni ketika dilakukan pencatatan meter aktual selisihnya cukup besar,” katanya, dalam konferensi virtual, Sabtu (6/6/2020).
Oleh karena itu, lanjutnya berdasarkan pengalaman penagihan pada bulan lalu, PLN bakal siapkan skema perlindungan lonjakan ini pada tagihan bulan Juni.
Adapun, terkait potensi pelanggan yang mengalami lonjakan tagihan, PLN menyebut ada sekitar 1,93 juta pelanggan yang berpotensi mengalami lonjakan tagihan listrik.
Bob mengatakan kebijakan berkegiatan di rumah atau work from home di tengah masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) membuat tagihan listrik membengkak.
Baca Juga
Oleh karena itu, untuk meringankan beban pelanggan rumah tangga perusahaan memberikan relaksasi kepada 1,93 juta pelanggan yang berpotensi mengalami kenaikan lonjakan listrik. Relaksasi tersebut dalam bentuk pencicilan pembayaran kenaikan tagihan listrik.
"Kriteria pemberlakukannya diberikan untuk kenaikan tagihan 20 persen ke atas," ujarnya.
Nantinya, pelanggan yang mendapatkan relaksasi hanya akan membayarkan 40 persen dari kenaikan tagihan. Lalu untuk sisanya sebesar 60 persen akan dicicilkan selama tiga bulan ke depan di mulai dari rekening bulan Juli.
"Kalau dilihat ini pemakaian listrik bulan Mei di rekening Juni kenaikan tinggi sekali, karena pemakaian memang besar bukan karena kenaikan tarif listrik. Kami tidak bisa mengubah tarif listrik, itu kewenangan Kementerian ESDM menurut UU. Pemakaian besar yang kemudian dicarry over ke bulan selanjutnya selama tiga bulan," tutur Bob.