Bisnis.com, JAKARTA - Setelah relaksasi penundaan pembayaran cukai rokok, pemerintah berencana menerapakan relaksasi serupa untuk minuman beralkohol golongan A.
Direktur Teknis & Fasilitas Cukai Direktorat Jenderal Bea & Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan Nirwala Dwi Heryanto mengatakan selain rokok, relaksasi pembayaran cukai juga perlu diarahkan ke produsen minuman beralkohol golongan A yang bisnisnya juga terdampak pandemi Corona.
"Yang kemarin kan untuk yang berpita cukai relaksasinya. Sedangkan yang golongan A tidak ada pitanya, mereka tetap bayar normal, makanya kita cari cara untuk membantu mereka," kata Nirwala kepada Bisnis, yang dikutip Rabu (20/5/2020).
Minuman beralkohol golongan A merupakan minuman dengan kadar alkohol 1 persen - 5 persen. Jenisnya beragam salah satunya adalah bir. Bisnis minuman beralkohol ini cukup terdampak corona, karena pasar untuk produk bir terutama di restoran & pusat-pusat wisata tutup karena pandemi.
Namun demikian, lanjut Nirwala, upaya merukuskan kebijakan untuk minuman beralkohol golongan A, tidak semudah rokok & golongan yang berpita cukai. Dia menyebutkan bahwa pembayaran cukai golongan A dibayarkan secara berkala. Sedangkan diundang-undang bisa dilakukan relaksasi namun hanya 10 hari.
"Kalau 10 hari kan tidak berpengaruh, ini yang sedang kami diskusikan dengan pelaku usaha," ujarnya.
Baca Juga
Seperti diketahui Sejak diluncurkan beberapa waktu lalu, fasilitas penundaan pembayaran pita cukai hasil tembakau (CHT) mulai diminati pabrikan. Tiga penguasa pasar rokok Indonesia mendominasi penggunaan relaksasi tersebut.
Data Direktorat Jenderal Bea & Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan sampai 11 Mei 2020 menunjukkan tada 82 perusahaan telah mendapatkan penundaan pembayaran pita cukai selama 90 hari atau 3 bulan dengan nilai cukai Rp12,79 triliun.
Dilihat dari golongan, secara nilai, kelompok yang memperoleh penundaan pembayaran cukai paling banyak adalah pabrik golongan I yakni senilai Rp10,33 triliun, golongan II Rp2,45 triliun, dan golongan III hanya senilai Rp15 miliar.
Sementara dari sisi perusahaan yang memanfaatkan fasilitas tersebut, tiga produsen rokok terbesar masih mendominasi. PT Gudang Garam Tbk, memperoleh penundaan pembayaran cukai paling banyak. Nilai penundaan yang didapatkan perusahaan berkode emiten GGRM ini mencapai Rp4,07 triliun.
PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) menempati posisi kedua dengan nilai penundaan Rp3,37 triliun. Penundaan pembayaran cukai paling besar ketiga adalah PT Djarum. Perusahaan rokok terbesar di Jawa Tengah memperoleh penundaan pembayaran cukai senilai Rp1,7 triliun.