Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku industri produk baja mencatat penurunan penjualan yang signifikan sejak awal Maret 2020 atau saat pandemi virus corona mulai terjadi di Indonesia.
Presiden Direktur PT Sunrise Steel Henry Setiawan mengatakan saat ini perseroan telah mengalami penurunan penjualan hingga 60 persen. Penetepan harga gas untuk industri tertentu yang telah dirilis regulasinya pun masih ditunggu implementasinya.
"Ada sejumlah kebijakan yang masih kami tunggu untuk memulihakan kondisi ini di antaranya penurunan harga gas dan pembayaran konsumsi minimum untuk listrik dan gas," katanya dalam Steel Industry Roundtable secara virtual, Rabu (20/5/2020).
Hal serupa disampaikan produsen pipa baja, PT Steel Pipe Industry of Indonesia Tbk. atau Spindo mengklaim dampak covid-19 sudah menekan hampir di seluruh sektor. Pada April perseroan sudah merasakan penurunan hingga 30 persen, Mei ini pun diproyeksi sudah mendekati 50 persen.
Wakil Direktur Utama Spindo Tedja Sukmana Hudianto mengatakan jika dilihat lebuh dalam, penyaluran pipa ke sektor otomotif menjadi yang paling dirasakan. Pasalnya, pabrik otomotif sudah banyak yang tutup sejak April.
"Jadi kami harap Juni ini mereka sudah buka lagi. Sektor lain pun demikian utamanya dari konstruksi dan infrastruktur karena penghentian proyek bahkan pada bangunan yang sudah berdiri," ujarnya.
Tedja mengemukakan saat ini yang masih menjadi tumpuan hanya sejumlah proyek di daerah karena banyak masih berjalan. Sementara pada ritel melemahnya daya beli masyarakat juga cukup mencetak kinerja tidak baik.
Tedja berharap pada kuartal III/2020 mendatang kondisi sudah lebih baik dan pada kuartal IV/2020 secara keseluruhan mulai pulih.
Perusahaan distributor produk Krakatau Steel pun tak lepas dari kondisi di atas. Perwakilan PT Sampurna Jaya Baja Raharjo Rudy Cahyono mengatakan dampak Covid-19 ini membuat dampak perdagangan terus melemah.
Baca Juga
Setidaknya, pada Maret hingga April penjualan anjlok di posisi 50-60 persen sementara sejak April hingga jelang Lebaran penurunan hampir 80 persen.
"Rantai pasok terganggu karena ada PSBB [Pembatasan Sosial Berskala Besar], jadi banyak pelanggan kami tutup produktivitas turun, saya berharap ke depan industri baja hulu dan hilir bisa beroperasi seperti sediakala dan tidak mengesampingkan aspek kesehatan," katanya.
Raharjo mengemukakan dengan penurunan penjualan tersebut, telah berdampak pada arus kas perusahaan. Tagihan pada sejumlah pelanggan pun tak dapat ditarik karena banyak yang tutup operasional.
Alhasil, jika kondisi berlanjut akan sangat mengancam bagi keberlangsungan perusahaan.