Bisnis.com, JAKARTA - Ombudsman menilai perbaikan dan evaluasi yang dilakukan oleh otoritas bandara Soekarno-Hatta dengan memecah check point validasi dokumen penumpang yang semula dipusatkan pada satu titik menjadi dibagi ke dalam empat lapis tidak lantas memperbaiki sistem pengecekan keabsahan dokumen yang dimiliki penumpang.
Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya Teguh P. Nugroho mengatakan jumlah personel dan kewenangan yang terbatas serta jeda waktu antar penerbangan menyebabkan proses pengecekan keabsahan dokumen kepada pihak yang memberikan izin termasuk para pejabat Eselon II bagi PNS yang melakukan perjalanan dinas, pimpinan perusahaan, dan atau aparat pemerintah yang mengeluarkan izin perjalanan atau rumah sakit yang menjalankan tes Covid-19 tidak mungkin dilakukan.
“Jadi perbaikan yang dilakukan hanya untuk menapis penumpang dari sisi kelengkapan administrasi bukan pada validasi dokumen, dan di level pemeriksaan kelengkapan saja masih terjadi kebolongan,” ujarnya, Selasa (19/5/2020).
Hal ini, lanjutnya, masih terjadi, karena pemeriksaan awal di Check Point 1 dan pemeriksaan akhir di Check Point 4 dilakukan oleh pihak maskapai.
Menurutnya, dengan situasi ini bisa dipastikan, tidak ada proses check and re-check oleh petugas di lapangan terhadap keabsahan dokumen tersebut, bahkan untuk sekedar memastikan bahwa para penumpang memiliki seluruh dokumen yang diperlukan.
Teguh menyebutkan saat Tim Ombudsman melakukan pemeriksaan pada 16 Mei 2020 menemukan penumpang tetap bisa berangkat sekalipun dari daftar check list dokumen yang bersangkutan tidak memenuhi syarat.
Baca Juga
Tak hanya itu, kata dia, ada aspek lain yang menjadi temuan oleh Ombudsman adalah tidak adanya proses strerilisasi kawasan pemeriksaan. Alhasil banyak pihak yang tidak berkepentingan termasuk terduga calo yang membantu para calon penumpang untuk lolos proses pemeriksaan.
Risiko tersebut mungkin terjadi, karena Ombudsman menemukan pihak-pihak tersebut juga menawarkan jasa "perbantuan” di Drop Zone Area. Mereka menawarkan jasa membantu penumpang untuk berangkat atau jika pesawat telah memenuhi batas kuota, tawaran berikutnya berangkat dengan travel plat hitam ke daerah-daerah tujuan penumpang.
“Kami sampai pada kesimpulan bahwa pelaksanaan mudik dengan pembatasan yang pemeriksaan dokumennya dilaksanakan langsung di bandara adalah sebagai mission impossible bagi para operator di lapangan,” imbuhnya.
Ombudsman mengkhawatirkan hal tersebut juga akan terjadi di stasiun kereta untuk para calon penumpang kereta luar biasa dan terminal-terminal. Pasalnya, Bandara yang proses pemeriksaannya jauh lebih baik dan ketat di bandingkan dengan stasiun dan terminal saja tidak mampu melakukan verifikasi keabsahan dokumen, apalagi di stasiun dan terminal.