Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Antisipasi Ledakan Pengangguran, Stimulus Industri Padat Karya Dibutuhkan

Industri padat karya harus menjadi fokus pemerintah untuk diberikan dukungan stimulus. Pasalnya, sektor ini memiliki ruang yang lebih besar untuk menyerap tenaga kerja, terutama apabila pandemi corona usai.
Pekerja menyelesaikan produksi sepatu untuk ekspor./JIBI-Wahyu Darmawan
Pekerja menyelesaikan produksi sepatu untuk ekspor./JIBI-Wahyu Darmawan

Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia harus mewaspadai adanya ledakan jumlah pengangguran ketika proses pemulihan ekonomi pascawabah Covid-19 mereda, dijalankan. Sektor industri padat karya dinilai harus diutamakan guna mengantisipasi risiko tersebut.

Ekonom Indef Bhima Yudhistira mengatakan, pemberian stimulus insetif yang maksimal di sektor padat karya seperti tekstil, pakaian jadi, alas kaki, elektronik, otomotif dan makanan minuman dibutuhkan. Pasalnya sektor itu dinilai bisa menyerap setidaknya 60 persen dari total tenaga kerja yang menganggur akibat Covid-19.

Menurutnya, sektor-sektor tersebut membutuhkan paket stimulus khusus mulai dari penurunan harga gas industri, diskon tarif listrik dan pembayaran BPJS yang ditanggung oleh pemerintah.

Menurutnya, selama ini pemberian stimulus kepada sektor tersebut masih terlalu rendah dan belum efektif. Ini tercermin dari kuartal I/2020 dimana pertumbuhan sektor padat karya relatif dibawah pertumbuhan ekonomi nasional.

“Fokus pada stimulus di sektor padat karya karena sektor padat karya yang paling siap menyerap korban PHK. Bisa dimulai dari BUMN,” kata Bhima, Jumat (15/5/2020).

Menurutnya, gelombang PHK yang terus berlanjut pada saat ini akan membuat daya beli merosot cukup dalam dan menciptakan orang miskin baru di desa-desa. Dalam hal ini dia memprediksi bahwa jika gelombang PHK terus terjadi bukan tak mungkin penurunan daya beli bisa mencapai minus pada kuartal II/2020.

“Kalau PHK berlanjut daya beli akan merosot cukup dalam dan menciptakan orang miskin baru di desa desa. Imbas pada kriminalitas dan konflik sosial juga tinggi. Ini harganya mahal sekali ke perekonomian dalam jangka panjang.”


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper