Bisnis.com, JAKARTA - Emirates SkyCargo melaporkan kinerja yang cukup solid kendati terdapat penurunan kinerja selama periode pasar yang cukup kompetitif dengan memberikan kontribusi hingga 13 persen dari total pendapatan transportasi maskapai.
Emirates Group Public Relations Valerie Tan mengatakan dengan melemahnya permintaan angkutan udara. Divisi kargo Emirates melaporkan pendapatan senilai US$3,1 miliar atau turun 14 persen dibandingkan dengan pada tahun lalu.
Adapun, penurunan harga bahan bakar penguatan dolar AS yang kuat mendorong penurunan barang per Freight Tonne Kilometer (FTKM) sebesar 2 persen setelah pertumbuhan dua tahun berturut-turut sebelumnya.
“Tonase yang diangkut menurun 10 persen menjadi 2,4 juta ton. Pengurangan kapasitas terjadi karena sudah tak digunakannya lagi satu kapal barang Boeing 777 dan berkurangnya kapasitas bellyhold yang tersedia di kuartal I/2019 dan kuartal IV/2019," tulis perusahaan dalam siaran pers, Rabu (13/5/2020).
Pada akhir 2019, total armada angkut barang SkyCargo Emirates total mencapai 11 Boeing 777Fs. Sejauh ini Emirates SkyCargo telah mengembangkan produk yang inovatif dan dipesan lebih dahulu. Pada Oktober perusahaan meluncurkan Emirates Delivers, platform e-commerce yang membantu pelanggan perorangan dan usaha kecil mengkonsolidasikan pembelian daring di AS dan mengirimnya ke Uni Emirates Arab.
Maskapai yang berbasis di Dubai tersebut merencanakan lebih banyak pasar asal dan tujuan di masa depan. Hal tersebut dapat dicapai dengan memanfaatkan Dubai sebagai pusat untuk pemenuhan e-commerce regional. Selama tahun ini, Emirates Skycargo juga memperkuat kapabilitas farmanya dengan membuka fasilitas baru di Chicago dan Kopenhagen.
Selama 11 bulan pertama 2019 dan 2020, Emirates memiliki kinerja kuat dan berada di jalur yang tepat untuk mencapai target bisnis. Namun, mulai pertengahan Februari keadaan berubah dengan cepat ketika pandemi Covid-19 melanda seluruh dunia.
Kondisi tersebut menyebabkan penurunan permintaan penerbangan udara internasional yang tiba-tiba dan luar biasa ketika negara-negara menutup perbatasan mereka hingg memberlakukan pembatasan perjalanan yang ketat. Bahkan tanpa pandemi, industri aviasi selalu rentan terhadap banyak faktor eksternal.