Bisnis.com, JAKARTA - Persoalan restitusi pajak kembali disorot oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Salah satu yang banyak disorot adalah kualitas hasil pemeriksaan atas permintaan restitusi wajib pajak (WP).
Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2019 yang didasarkan pada pemeriksaan atas kegiatan penyelesaian restitusi pajak 2018 hingga semester I/2019, lembaga auditor negara ini menemukan setidaknya delapan pokok persoalan.
Pertama, pengenaan sanksi denda Pasal 14 ayat (4) UU Nomor 28 Tahun 2017 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cata Perpajakan (KUP) atas pelaporan penyerahan barang ekspor tidak sesuai dengan ketentuan yang mengakibatkan WP terkena sanksi administrasi yang tidak seharusnya sebesar Rp2,37 miliar.
"BPK telah merekomendasikan kepada Direktur Jenderal [Dirjen] Pajak agar memerintahkan Direktur Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur untuk melakukan pengujian terhadap proses pemeriksaan di Kantor Pelayanan Pajak [KPP] Madya Jakarta Pusat, untuk meneliti adanya unsur kelalaian atau kesengajaan dalam penetapan Surat Tagihan Pajak [STP] tersebut dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan sesuai dengan ketentuan," tulis BPK dalam IHPS II/2019 yang dikutip, Selasa (12/5/2020).
Kedua, perbedaan perlakuan koreksi pajak atas kredit pajak impor barang kena pajak (BKP) pada PT K1 yang mengakibatkan kelebihan pembayaran restitusi sebesar Rp201,92 miliar.
Ketiga, perbedaan perlakuan koreksi pajak masukan atas perolehan BKP atau jasa kena pajak (JKP) dalam negeri, pada perusahaan sebelum beroperasi tidak sesuai dengan ketentuan, yang mengakibatkan adanya potensi kelebihan pemberian restitusi kepada PT. L1 sebesar Rp13,66 miliar.
Baca Juga
Keempat, pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak PT E1 direalisasikan pada saat dilakukan pemeriksaan bukti permulaan, yang mengakibatkan pengembalian pendahuluan tidak memenuhi syarat untuk dibayarkan sebesar Rp6,41 miliar.
Kelima, pemeriksa pajak tidak melakukan prosedur pemeriksaan secara lengkap dalam pengujian faktur pajak masukan pada lima WP yang mengakibatkan kelebihan pemberian restitusi pajak sebesar Rp1,49 miliar dan kekurangan penerimaan pajak dari sanksi administrasi kenaikan 100% sebesar Rp1,49 miliar.
Keenam, pemeriksa pajak KPP Penanaman Modal Asing (PMA) Lima tidak memperhatikan ketentuan mengenai perlakuan atas pemungutan PPN pada kawasan berikat yang mengakibatkan adanya potensi kerugian negara atas imbalan bunga sebesar Rp4,38 miliar.
Ketujuh, pemeriksaan pada PT K1 tidak sesuai dengan ketentuan yang mengakibatkan potensi imbalan bunga sebesar US$241,57 ribu.
Kedelapan, DJP tidak cermat dalam perlakuan perpajakan atas Branch Profit Tax Bentuk Usaha Tetap (BUT), dan Participating Interest atas WP bidang usaha hulu migas, sehingga menimbulkan sengketa pajak, dan mengakibatkan berkurangnya penerimaan negara atas restitusi dari perhitungan lebih bayar sebesar Rp2,08 triliun.