Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Melunak, Dirjen Pajak Janji Tidak Ada Pengetatan Restitusi Dipercepat

Peningkatan batas atas nominal restitusi dilakukan dalam rangka membantu arus kas korporasi di tengah situasi ekonomi penuh ketidakpastian saat ini.
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan konferensi pers APBN KiTa di kantor Kemenkeu, Jakarta, Kamis (16/5/2019)./ANTARA-Sigid Kurniawan
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan konferensi pers APBN KiTa di kantor Kemenkeu, Jakarta, Kamis (16/5/2019)./ANTARA-Sigid Kurniawan

Bisnis.com, JAKARTA–Pihak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengatakan tidak akan ada pengetatan restitusi dipercepat meski nominal maksimalnya meningkat.

Sebelumnya, di hadapan Komisi XI DPR RI Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pernah mengungkapkan bahwa pada pertengahan tahun 2019 tumbuh signifikan. Namun, petumbuhan restitusi yang terlampau tinggi tersebut tidak sebanding dengan pertumbuhan penerimaan pajak.

"Ini menimbulkan alarm, ada kemungkinan terdapat abuse," ujar Sri Mulyani kala itu pada 30 Januari 2020.

Sri Mulyani secara khusus menyorot penerimaan PPN yang tidak tumbuh signifikan, tetapi terdapat pertumbuhan restitusi PPN yang tinggi.

Restitusi atas PPN dalam negeri tercatat mencapai Rp102,14 triliun atau tumbuh 25,22% (yoy) dibandingkan realisasi 2018 yang mencapai Rp81,56 triliun. Di satu sisi, penerimaan PPN dalam negeri tercatat tumbuh Rp346,31 triliun atau tumbuh 3,7% (yoy).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama mengatakan peningkatan batas atas nominal restitusi dilakukan dalam rangka membantu arus kas korporasi di tengah situasi ekonomi yang tidak pasti saat ini.

Kenaikan threshold restitusi dipercepat bakal berlaku pada WP persyaratan tertentu dan pengusaha kena pajak (PKP) berisiko rendah.

Nominal restitusi dipercepat yang awalnya maksimal sebesar Rp1 miliar meningkat menjadi Rp5 miliar dalam rangka menangkal dampak ekonomi dari wabah Corona.

"Pada prinsipnya itu tidak ada masalah, persyaratannya tidak berubah dari ketentuan saat ini karena restitusi memang hak WP, hanya dipercepat proses pengembaliannya," kata Yoga, Selasa (10/3/2020).

Yoga mengatakan bahwa compliance risk management (CRM) dan post audit akan tetap dilakukan atas WP penerima restitusi dengan indikasi ketidakpatuhan tinggi. "[Instrumen ini] untuk memastikan bahwa restitusi diberikan kepada yang berhak," imbuh Yoga.

Oleh karena tidak ada perubahan syarat, maka penerima restitusi dipercepat masih sama dengan yang diatur dalam PMK No. 39/2018 beserta perubahannya yakni PMK No. 117/2019.

Dalam PMK tersebut, yang dimaksud dengan WP persyaratan tertentu adalah WP OP yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang menyampaikan SPT Tahunan PPh Penghasilan lebih bayar restitusi, WP OP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang menyampaikan SPT Tahunan  PPh lebih bayar restitusi dengan lebih bayar paling banyak Rp100 juta, WP Badan yang menyampaikan SPT Tahunan PPh lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp1 miliar, dan PKP yang menyampaikan SPT Masa PPN lebih  bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp1 miliar.

Adapun, PKP berisiko rendah yang berhak mendapatkan restitusi dipercepat adalah PKP dengan kegiatan tertentu yang telah ditetapkan berisiko rendah.

PKP yang bisa mengakses restitusi dipercepat ini antara lain perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek Indonesia, BUMN dan BUMD, PKP yang ditetapkan sebagai mitra utama kepabeanan, authorized economic operator (AEO), pabrikan atau produsen yang memiliki tempat untuk kegiatan produksi, pedagang besar farmasi yang memiliki Sertifikat Distribusi Farmasi atau Izin Pedagang Besar Farmasi dan Sertifikat Cara Distribusi Obat yang Baik, distributor alat kesehatan yang memiliki Sertifikat Distribusi Alat Kesehatan atau Izin Penyalur Alat Kesehatan dan Sertifikat Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik, serta anak usaha BUMN yang sahamnya dimiliki oleh BUMN sebesar 50 persen yang laporan keuangannya dikonsolidasikan dengan BUMN induk.

Kegiatan tertentu dari PKP ini antara lain ekspor barang kena pajak (BKP) berwujud ataupun tidak berwujud, ekspor jasa kena pajak (JKP), penyerahan BKP/JKP kepada pemungut PPN, serta serta penyerahan BKP/JKP yang tidak dipungut PPN.

Agar bisa ditetapkan sebagai PKP berisiko rendah, PKP di atas harus telah menyampaikan SPT Masa PPN selama 12 bulan terakhir, tidak sedang diperiksa atau disidik terkait bukti permulaan dan pidana perpajakan, dan tidak pernah dikenai pidana pajak dalam 5 tahun terakhir.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Muhamad Wildan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper