Bisnis.com, JAKARTA – Meskipun mengalami penurunan tajam selama masa pandemi, pembiayaan hunian menggunakan kredit pemilikan rumah masih paling banyak diminati dan digunakan dibandingkan dengan skema bayar lainnya.
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) kuartal IV/2019, pembiayaan residensial menggunakan kredit pemilikan rumah (KPR) memiliki pangsa sebesar 72 persen, 20 persen menggunakan cicilan bertahap ke pengembang, dan 8 persen menggunakan tunai keras.
Managing Partner Residential Group Coldwell Banker Commercial Alvin Alexander mengatakan bahwa KPR masih menjadi pilihan lantaran pembiayaan dengan cicilan bertahap ke pengembang umumnya memiliki tenor yang pendek, maksimal hanya 5 tahun.
Sementara itu, untuk pembayaran tunai orang cenderung enggan melakukan demi menghindari risiko gagal bangun atau penundaan, apalagi pada masa pandemi seperti saat ini.
“KPR kan tenornya lama, bisa sampai 25 tahun, orang lebih leluasa untuk bayar. Kalau pun mau cash biasanya orang mau yang rumahnya sudah jadi,” ungkapnya kepada Bisnis, Minggu (10/5/2020).
Dengan masa tenor yang panjang, dengan program uang muka 10 persen saja, pembayaran rumah menjadi lebih terjangkau.
Baca Juga
Namun, pada masa pandemi Covid-19, penurunan pengajuan KPR tak bisa dihindari karena memang transaksi jual beli properti yang menurun. Selain karena orang cenderung tidak mau keluar rumah untuk melihat properti yang hendak dibeli, faktor ketidakpastian juga tinggi.
“Pasar sekarang masih dihadapkan ketidakpastian pasar, ketidakpastian pendapatan, ketidakpastian kesehatan, membuat orang menunggu sebelum memutuskan untuk membeli rumah. Jadi, pengajuan KPR pasti turun, tapi pastinya jumlahnya belum bisa terhitung,” ungkapnya.