Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) mengharapkan kelancaran, relaksasi dan kemudahan untuk mempercepat persyaratan persetujuan bank pelaksana maupun proses akad KPR hingga pencairannya untuk membuat industri rumah subsidi bertahan.
Sekretaris Jenderal Apersi Daniel Djumali mengatakan sejumlah instansi pemrosesan KPR seperti perbankan, notaris maupun layanan pendukung lainnya mengurangi jam kerja operasional bahkan tutup yang membuat terganggunya proses persetujuan KPR maupun pencairan kredit pengembang.
"[Masalah] mulai dari terhambatnya pemecahan SHGB, penerbitan PBB dan IMB yang tertunda atau belum dapat dikerjakan, validasi pajak-pajak. Pemasangan jaringan listrik PLN yang tertunda,´ katanya pada Bisnis, Sabtu (2/5/2020).
Untuk itu, kata Daniel, pihak pengembang mengusulkan agar pemerintah memberi kemudahan dengan adanya payung hukum surat jaminan pengembang selama masa Covid dan PSBB ini. Dengan adanya jaminan persetujuan itu, maka pengembang perumahan subsidi masih terus dapat membangun dan menyerap tenaga kerja.
“Sehingga kami dapat mengusahakan tidak melakukan PHK di tengah kondisi saat ini,” katanya.
Bahkan, saat ini menurutnya banyak rumah-rumah subsidi yang dibangun awal tahun dan sudah selesai 100 persen, akan tetapi tidak dapat dilakukan akad KPR karena terkendala hal tersebut.
Daniel menyebutkan stimulus Rp1,5 triliun yang digulirkan pemerintah untuk tambahan kuota subsidi sampai saat ini juga belum cair. Terhambatnya kuota ini seiring perjanjian kerja sama operasi (PKO) dengan bank pelaksana belum dilakukan.
“Padahal, kuota fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) 88.000 unit habis di akhir April. Adapun untuk beralih ke skema BP2BT perlu dikonversi dan perlu tambahan kurang lebih 4 form serta perhitungan ulang simulasi angsuran dan bunganya sehingga jadi tertunda waktunya, tidak jelas kapan selesainya," kata dia.