Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Butuh Kejelasan Stimulus, 70 Persen Industri Tekstil Terancam Gulung Tikar

APSyfI mencatat ada sekitar 1.300 industri TPT skala menengah besar, artinya sekitar 900 perusahaan terancam tutup.
Pedagang menata kain tekstil di pasar Tanah Abang, Jakarta, Selasa (11/2/2020). Bisnis/Arief Hermawan
Pedagang menata kain tekstil di pasar Tanah Abang, Jakarta, Selasa (11/2/2020). Bisnis/Arief Hermawan

Bisnis.com, JAKARTA — Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) kian mencatatkan rapor merah kinerja atas tekanan pandemi covid-19 saat ini.

Hingga saat ini sekitar 80 persen perusahaan TPT menghentikan seluruh aktifitas produksinya karena kondisi pasar baik lokal maupun ekspor yang sepi.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta menjelaskan jika kondisi ini terus berlanjut dan maka setidaknya 70 persen dari total jumlah perusahaan TPT akan tutup permanen.

Hal itu, diperkirakan melihat tidak ada kejelasan dorongan stimulus bagi sektor padat karya ini untuk bisa beroperasi kembali pasca-pandemi Covid-19.

APSyfI mencatat ada sekitar 1.300 industri TPT skala menengah besar, artinya sekitar 900 perusahaan terancam tutup. Menurut Redma itu belum termasuk menghitung industri TPT yang skala kecil.

"Permasalahan mereka adalah cash flow, karena meskipun stop produksi, mereka harus tetap bayar denda dari PLN dan PGN karena penggunaan listrik dan gas nya dibawah ketentuan minimum," katanya, Rabu (29/4/2020).

Redma mengatakan perusahaan juga kesulitan termasuk untuk pembayaran BPJS bagi mereka yang statusnya dirumahkan. Disisi lain tidak ada pemasukan dari penjualan produk.

Di akhir Maret lalu, APSyFI dan API telah menyampaikan kepada pemerintah terkait beberapa relaksasasi yang dibutuhkan agar sektor TPT bisa ikut serta dalam pemulihan sektor ekonomi nasional setelah pandemi Covid-19 yang diharapkan berakhir Juni.

Relaksasi kebijakan yang diminta diantaranya penghapusan denda pemakaian minimum untuk listrik dan gas.

Menurutnya, permintaan sektor masih wajar, karena turunnya pemakaian listrik dan gas bukan dikarenakan kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasionalnya, tetapi karena situasi yang sudah ditetapkan pemerintah sebagai bencana nasional.

“Sementara pada kenyataannya PLN dan PGN tidak anggap situasi ini sebagai kondisi luar biasa dan masih menerapkan denda," ujar Redma.

Hal yang sama terjadi disektor perbankan, dimana meski Otoritas Jasa keuangan telah menerbitkan POJK 11/2020 yang memberikan keleluasaan sektor perbankan untuk merelaksasi kepada kreditur yang mengalami kesulitan memenuhi kewajibannya, namun hingga saat ini pihak perbankan tidak memberikan relaksasi itu.

 “Kalau perbankan tidak bisa memberikan tambahan kredit untuk modal kerja, minimal kami diberikan keringanan berupa penjadwalan ulang pembayaran pokok dan bunga. Jangan sampai terjadi kredit macet massal di sektor TPT," kata Redma.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper