Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Target Lifting Direvisi, Pemasukan Negara Kian Tergerus

Pemerintah berpotensi mengalami penurunan pendapatan dari sisi migas, ketika target lifting mengalami revisi.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto (ketiga kanan) didampingi jajaran pejabat SKK Migas menyampaikan keterangan pers capaian kinerja hulu migas 2018 dan target 2019 di Jakarta, Rabu (16/1/2019)./ANTARA-Sigid Kurniawan
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto (ketiga kanan) didampingi jajaran pejabat SKK Migas menyampaikan keterangan pers capaian kinerja hulu migas 2018 dan target 2019 di Jakarta, Rabu (16/1/2019)./ANTARA-Sigid Kurniawan

Bisnis.com, JAKARTA – Revisi target lifting minyak dan gas bumi tahun ini dinilai dapat membuat pemasukan negara dari sektor tersebut kian tergerus setelah sebelumya bagian negara dikurangi untuk mewujudkan harga gas industri yang murah.

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi memutuskan untuk merevisi target lifting migas untuk tahun ini.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, penurunan proyeksi lifting migas tahun ini disebabkan oleh tiga faktor utama yang mempengaruhi industri minyak dan gas bumi.

Adapun, harga minyak yang rendah, turunnya konsumsi minyak akibat Covid-19, dan fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat menjadi tiga faktor penting yang mempengaruhi industri migas dalam negeri.

Selain itu, penyebaran virus Covid-19 di Tanah Air turut berdampak kepada target lifting karena adanya sejumlah pembatasan-pembatasan guna mempersempit ruang penyebaran virus tersebut.

“Penurunan outlook produksi 2020 725.000 bopd dibandingkan dengan target APBN 755.000 bopd ini hanya 4 persen penurunannya, sedangkan lifting gasnya kami perkirakan bisa kita lifting 5727 mmscfd dari 5959 mmsfcd,” paparnya.

Dwi menambahkan, kondisi tersebut turut mempengaruhi proyeksi penerimaan negara tahun ini yang ditargetkan US$32 miliar.

Dia mengatakan bahwa, tekanan pada industri hulu migas membuat pendapatan negara dari sektor ini akan menjadi lebih rendah.

“Penerimaan negara dan cost recovery, outlook-nya akan turun jadi US$19 miliar dari US$32 miliar. Nanti kami lihat dampaknya ke penerimaan negara,” ungkapnya.

SKK Migas, kata Dwi, berupaya untuk menanggulangi dampak penyebaran Covid-19 dan pelemahan harga minyak dunia terhadap industri migas nasional.

Dwi mengatakan pihaknya telah berkoordinasi dengan KKKS terkait dengan kajian rencana kerja 2020 dan melakukan comprehensive assessment terkait dengan opsi-opsi harga minyak untuk memperhitungkan keekonomian lapangan, serta meminta KKKS untuk melakukan negoisasi ulang kontrak-kontrak yang ada dalam rangka efisiensi biaya.

Di samping itu, SKK Migas menevaluasi kembali penundaan planned shutdown, melakukan koordinasi dengan stakeholder terkait untuk pengecualian mobilisasi barang dan personel selama masa pandemi Covid-19 untuk industri hulu migas.

SKK Migas juga mengajukan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral untuk usulan pemberian paket stimulus kepada KKKS.

Pasalnya, SKK Migas juga memperkirakan kondisi saat ini membuat investasi di sektor hulu migas akan lebih rendah dari target tahun ini senilai US$13,8 miliar yang per Maret 2020 realisasinya tercatat senilai US$2,87 miliar atau 21 persen dari target.

“Untuk sampai akhir tahun diperkirakan akan ada penurunan investasi karena ada penurunan harga minyak, saat ini masih kita review akan turun berapa,” ungkapnya.

Sementara itu, DIrektur Utama Pertamina EP Nanang Abdul Manaf penurunan outlook lifting minyak bumi menjadi 725.000 barel per hari dan lifting gas menjadi 5727 mmscfd tentunya telah melewati sejumlah pertimbangan.

“Sepertinya sudah mempertimbangkan, walaupun belum resmi mengajukan revisi,” katanya kepada Bisnis, Minggu (19/4/2020).

Di lain pihak, Direktur Utama Pertamina Hulu Energi Meidawati mengatakan bahwa hingga saat ini pihaknya terus berkoordinasi dengan SKK Migas.

Koordinasi yang dilakukan PHE adalah terkait dengan review rencana kerja 2020 dan penurunan outlook produksi 2020.

“PHE akan koordinasi lebih lanjut dengan SKK Migas,” katanya kepada Bisnis, Jumat (17/4/2020).

Pendiri ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto menjelaskan, turunnya harga minyak dunia yang cukup signifikan ditambah dengan volume lifting yang ikut turun, maka diprediksi membuat penerimaan negara dari sektor migas akan turun signifikan.

Pasalnya, asumsi APBN tahun ini harga minyak dunia bergerak pada kisaran US$63 per barel. Selain itu, kebijakan penurunan harga gas industri dengan menghilangkan sebagian penerimaan negara membuat pendapatan negara semakin menipis.

“Penerimaan negara dari migas bisa turun lebih dari 50 persen dibandingkan asumsi apbn 2020,” katanya kepada Bisnis, Jumat (17/4/2020).

Menurut dia, perlu adanya perubahan paradigma untuk sektor hulu migas dengan tidak memprioritaskan aspek penerimaan negara dengan mengambil keuntungan terlalu besar dari bagi hasil dengan kontraktor.

Namun yang terpenting adalah bagaimana sektor hulu dapat tetap menarik investasi, karena dengan menggeliatnya investasi dapat menggerakan roda perekoniman terus berputar.

“Investasi hulu migas itu kan ada multiplier efek dan ada efeknya langsung juga ke neraca pembayaran nasional. Itu yang mestinya jadi paradigma baru apalagi di saat harga minyak rendah seperti sekarang ini,” ungkapnya.

Selain itu, dari sisi operasional, perubahaan paradigma bisa diwujudkan dengan menerapakan skema PSC dengan skema split kontrak yang lebih menarik untuk investor, serta pemerintah mampu memberikan tambahan insentif berupa kredit investasi.

Tidak hanya itu, perbaikan dalam percepatan pengembalian dana cost recovery dan insentif-insentif fiskal dan non fiskal dinilai dapat lebih menggairahkan iklim investasi di sektor hulu migas.

“Sehingga akan membantu keekonomian project-project dan investasi migas agar tetap dapat berjalan dan menggerakkan perekonomian, menyerap tenaga kerja,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Muhammad Ridwan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper