Bisnis.com, JAKARTA – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi terpaksa merevisi target produksi siap jual (lifting) migas 2020 dengan pertimbangan dampak virus corona dan tertekannya harga minyak dunia.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, penurunan proyeksi lifting migas tahun ini disebabkan oleh tiga faktor utama yang mempengaruhi industri minyak dan gas bumi.
Adapun, harga minyak yang rendah, turunnya konsumsi minyak akibat Covid-19, dan fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat menjadi tiga faktor penting yang mempengaruhi industri migas dalam negeri.
Selain itu, penyebaran virus Covid-19 di Tanah Air turut berdampak kepada target lifting karena adanya sejumlah pembatasan-pembatasan guna mempersempit ruang penyebaran virus tersebut.
“Penurunan outlook produksi 2020 725.000 barel per hari [bph] dibandingkan dengan target APBN 755.000 bopd, sedangkan lifting gasnya kami perkirakan bisa kita lifting 5727 mmscfd dari 5959 mmsfcd.” Katanya dalam paparannya, Kamis (16/4/2020).
Sementara itu, SKK Migas berupaya untuk menanggulangi dampak penyebaran Covid-19 dan pelemahan harga minyak dunia terhadap industri migas nasional.
Dwi mengatakan pihaknya telah berkoordinasi dengan KKKS terkait dengan kajian rencana kerja 2020 dan melakukan comprehensive assessment terkait dengan opsi-opsi harga minyak untuk memperhitungkan keekonomian lapangan, serta meminta KKKS untuk melakukan negoisasi ulang kontrak-kontrak yang ada dalam rangka efisiensi biaya.
Di samping itu, SKK Migas menevaluasi kembali penundaan planned shutdown, melakukan koordinasi dengan stakeholder terkait untuk pengecualian mobilisasi barang dan personel selama masa pandemi Covid-19 untuk industri hulu migas.
SKK Migas juga mengajukan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral untuk usulan pemberian paket stimulus kepada KKKS.
Pasalnya, SKK Migas juga memperkirakan kondisi saat ini membuat investasi di sektor hulu migas akan lebih rendah dari target tahun ini senilai US$13,8 miliar yang per Maret 2020 realisasinya tercatat senilai US$2,87 miliar atau 21 persen dari target.
“Untuk sampai akhir tahun diperkirakan akan ada penurunan investasi karena ada penurunan harga minyak, saat ini masih kita review akan turun berapa,” ungkapnya.