Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia tercatat mengalami empat kali guncangan sistemik atau krisis, yaitu pada periode 1965, 1997-1998, 2008, dan terakhir 2020.
Deputy Director of Research and Outreach Smeru Institute Athia Yumna mengatakan guncangan sistemik pada empat periode tersebut telah menimbulkan krisis sosial-ekonomi di masyarakat.
"Seperti kita ketahui, krisis pada 1965 bermula dari pergantian rezim politik. Sementara itu, krisis 1997-1998 dan 2008 terjadi karena permasalahan finansial dari beberapa negara. Nah, penyebab 2020 ini berbeda karena krisis kesehatan akibat pandemi Covid-19," katanya dalam diskusi virtual tentang Jaring Pengaman Sosial, Senin (13/4/2020).
Meski demikian, guncangan sistemik yang dihadapi bangsa Indonesia ternyata membawa hal positif (blessing in disguise), yaitu munculnya konsep bantuan sosial atau jaring pengaman sosial (JPS).
Athia mengungkapkan kebijakan JPS diberlakukan pertama kali oleh pemerintah pada saat krisis ekonomi 1997/1998. Pemerintah kala itu menerapkan beberapa kebijakan untuk melindungi penurunan kemampuan ekonomi masyarakat kelas bawah (the poor and the poorest).
Beberapa program JPS pertama kali yang dilaksakan, antara lain ketahanan pangan (operasi pasar terbuka beras), pendidikan (JPS beasiswa miskin), kesehatan (kartu sehat), penciptaan lapangan kerja (program padat karya), dan pemberdayaan masyarakat (PDM-DKE).
Baca Juga
"Krisis 1997/1998 merupakan pelajaran penting bagi Indonesia untuk menjalankan JPS pertama kali. Negara berkembang biasanya tidak punya pengaman sosial yang memadai," ungkapnya.
Pada periode 1998 hingga 2008, dia menuturkan Indonesia mengalami transformasi sistem perlindungan secara drastis. Athia menuturkan pemerintah menerapkan kembali JPS pada saat terjadi krisis keuangan dari Amerika Serikat yang menjalar ke berbagai negara pada 2008.
Namun, dia mengatakan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres Jusuf Kalla lebih memfokuskan pada jaringan sistem keuangan atau pengentasan masalah di level makro ekonomi. Pasalnya, tidak semua kalangan merasakan dampak dari krisis tersebut dan masih tingginya harga komoditas primer.
"Kenaikan harga minyak secara drastis membuat pemerintah memberikan bantuan langsung tunai [BLT] dan beberapa program proteksi sosial. Dampak krisis 2008 memang tidak sebesar periode sebelumnya," jelas Athia.
Lantai bagaimana dengan krisis akibat pandemi virus Corona (Covid-19)? Dia mengatakan JPS yang diterapkan Presiden Joko Widodo sebenarnya mirip dengan kebijakan pada saat krisis 1997-1998.
Beberapa program yang diterapkan pemerintah pada 2020, antara lain Program Keluarga Harapan (BLT), kartu sembako dan cadangan pemenuhan kebutuhan bahan pokok yang mirip dengan operasi pasar terbuka, kartu Pra-Kerja dengan program Padat Karya, diskon tarif listrik, dan keringanan pembayaran kredit untuk sektor informal.
"Konsep bansos saat ini kurang lebih sama seperti krisis 2997-1998. Seiring dinamika eskternal dan internal yang semakin maju, seperti perkembangan teknologi digital, membuat ada penyesuaian. Misalnya, penggunaan kartu dan sistem non-tunai," ucapnya.
Athia mengatakan pemerintah telah mengeluarkan Master Plan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan
RI 2013-2025. Master plan tersebut diterbitkan karena Indonesia harus menyesuaikan ketanan dari berbagai macam guncangan, baik internal dan eksternal.
Setidaknya, ada tiga komponen yang harus dipenuhi perlindungan sosial, yaitu jaminan sosial, bantuan sosial, dan asuransi sukarela.
"Bansos ini sifatnya temporer. Tugas pemerintah dan masyarakat saat ini bagaimana menjadi agar kelompok yang masuk kategori the poor and the poorest dapat menerima bantuan langsung di saat pemberlakukan social dan physical distancing," imbuh Athia.