Bisnis.com, JAKARTA – Kebijakan pemerintah dalam mendorong restrukturisasi badan usaha milik negara (BUMN) dinilai tepat. Namun, waktu pelaksanaan di saat pandemi virus corona (Covid-19) dinilai tidak pas.
Pengamat BUMN sekaligus Kepala Lembaga Manajemen FEB Universitas Indonesia Toto Pranoto mengatakan perampingan perusahaan pelat merah merupakan agenda penting yang harus segera dieksekusi. Hal ini, dinilai menjadi langkah tepat bagi perusahaan BUMN yang sudah terlalu gemuk dan inefisien.
“Restrukturisasi anak perusahaan BUMN itu penting dalam rangka mereka lebih fokus ke core business. Jadi yang dikerjakan oleh Krakatau Steel misalnya, mendivestasikan anak perusahaan non core untuk fokus ke bisnis inti dan sekaligus dapat fresh money bayar utang korporasi yang besar,” jelasnya kepada Bisnis, Jumat (3/4/2020).
Toto juga mengatakan perampingan perusahaan pelat merah juga cukup mendesak bagi perusahaan yang sudah tidak sehat. BUMN lain yang sudah tidak dibutuhkan karena perannya sudah digantikan oleh swasta juga dinilai tidak perlu lagi dipertahankan atau bisa dilikuidasi.
Dia mencontohkan rencana pengambilalihan sejumlah perusahaan rugi BUMN seperti PT Iglas (Persero) dan PT Industri Sandang Nusantara (Persero) harus segera dilakukan. Namun, acap kali rencana restrukturisasi seperti ini harus terganjal persetujuan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Kendati demikian, dia mengatakan untuk saat ini perampingan di tubuh internal perusahaan lebih menjadi prioritas. Rencana yang dicanangkan PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. dan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., sebagai contoh, bisa dieksekusi segera.
Baca Juga
Meski dibutuhkan, Toto menilai saat ini bukanlah waktu yang tepat bagi Kementerian BUMN untuk berfokus pada perampingan perusahaan pelat merah. Menurutnya pemerintah lebih baik berfokus pada peran BUMN dalam penanganan pandemi virus corona atau Covid-19.
“Dalam situasi pandemi saat ini mungkin, kebijakan Kementerian dan BUMN adalah fokus membantu negara dalam penanganan Covid-19. Langkah restrukturisasi pengurangan BUMN, atau anak BUMN yang sudah tidak perform ini mungkin bisa efektif dijalankan setelah era pandemi ini usai,” jelasnya.
Di lain pihak Kepala Riset Praus Capital Alfred Nainggolan menilai di satu sisi langkah seperti ini dinilai akan memberi dampak positif terhadap kinerja masing-masing perusahaan tersebut. Perampingan dinilai akan membuat output lebih efisien dan perseroan.
“Kalau aksi korporasi ini memang lebih ke internal, artinya lebih ke konsolidasi internal untuk konsolidasi usahanya, karena kebanyakan arahnya melakukan hal untuk efisiensi output, dan agar lebih ramping, geraknya lebih leluasa,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (3/4/2020).
Namun, di sisi lain, Alfred menilai perampingan anak usaha BUMN dapat menimbulkan persepsi negatif, khususnya jika perusahaan tersebut merupakan perusahaan terbuka. Investor, lanjutnya, dapat menilai terdapat kesalahan dalam sistem perencanaan dan pengembangan perusahaan.
Selain itu, dia mengatakan bahwa perampingan seperti ini bakal dinilai sebagai risiko bagi investor. Dengan kata lain, pasar dapat mempersepsikan bahwa pengembangan perusahaan di satu rezim pemerintahan, dapat diubah kembali di era selanjutnya.
“Jadi miris juga keputusan mendirikan anak usaha tersebut dulu. Artinya, tidak ada pertimbangan ke arah yang cukup panjang, karena buktinya ditarik lagi,” ujarnya.