Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jalan Terjal Pengembang Cairkan KPR FLPP Rumah Bersubsidi 

Padahal, proses verifikasi KPR bersubsidi tidak lebih dari tiga hari, bahkan lebih cepat. Apa yang sebenarnya terjadi?
Pekerja beraktivitas di proyek perumahan bersubsidi, di Bogor, Jawa Barat, Senin (4/9)./JIBI-Nurul Hidayat
Pekerja beraktivitas di proyek perumahan bersubsidi, di Bogor, Jawa Barat, Senin (4/9)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA — Pengembang hunian bersubsidi di sejumlah daerah mengeluhkan proses pencarian rumah subsidi melalui kredit pemilikan rumah fasilititas likuiditas pembiayaan perumahan yang masih mengalami perlambatan.

Padahal, Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menyatakan bahwa proses verifikasi kredit pemilikan rumah (KPR) bersubsidi tidak lebih dari 3 hari, bahkan lebih cepat. Apa yang sebenarnya terjadi?

Ketua DPD Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Sulawesi Tenggara Syahiruddin Latif mengungkapkan bahwa proses pencairan dari Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) masih kerap terlambat. Pihaknya, bahkan harus membuat pernyataan tertulis kepada bank penyalur agar pencarian bisa terealisasi.

"Iya, betul [terlambat]. Contoh kasus akad tanggal 26 Februari 2020, info dari bank belum disetujui PPDPP sampai sekarang. Jadi, kami developer kalau mau cair harus buat pernyataan dengan risiko retensi 15 persen," katanya pada Bisnis, Kamis (2/4/2020). 

Syahiruddin memperlihatkan tiga bukti pernyataan tertulis tersebut dari sejumlah pengembang properti hunian bersubsidi dengan bank penyalur berasal dari BUMN. Memang benar, di sana masing-masing tertulis bahwa rekeningnya bersedia diblokir 15 persen sampai adanya persetujuan pembayaran dari PPDPP dan bersedia mengembalikan dana tersebut jika PPDPP tidak menyetujui atau menolak.

Bagi pengembang rumah bersubsidi, kata dia, retensi 15 persen dirasa berat dan keuntungan dari rumah bersubsidi relatif kecil.

"Kasihan kami kalau akadnya sedikit terus diretensi, lalu kalau tidak disetujui [PPDPP] harus mengembalikin utuh [pada pihak bank], bubar jalan sudah [pengembang kecil kalau seperti itu]," tuturnya.

Dia juga mengaku bahwa para pengembang terpaksa menyertakan pernyataan tersebut agar proses penyaluran KPR FLPP (fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan) untuk kalangan menengah berpenghasilan rendah (MBR) dapat tersalurkan. 

Ketiga pernyataan tertulis itu pun memperlihatkan tujuh konsumen yang telah melakukan akad kredit pada 26 dan 27 Februari serta 6 Maret 2020. Namun, khusus yang terakhir, kata dia, sampai saat ini belum tercairkan oleh PPDPP.

"[Masalahnya] jika dana kami sudah ambil [dari bank] lantas tidak disetujui [PPDPP] bagaimana? Dana tersebut sudah kami bayar utang bahan [material] dan lain-lain. Kalau saya tidak membuat surat pernyataan seperti ini, maka sejak tanggal 26 Februari sampai dengan hari ini tidak bakalan cair," katanya.

Dalam pengajuan, lanjut dia, para pengembang dipastikan sudah teliti dalam semua persyaratan. Hal ini mengingat semua persyaratan otomatis masuk melalui aplikasi Sistem Informasi KPR Subsidi Perumahan (Sikasep). Namun, perlambatan pencairan kerap terjadi di tahap akhir setelah lolos verifikasi bank.

Saat ini, belum ada bank penyalur lain yang bersedia membuat skema dana talangan dalam penyaluran KPR FLPP selain PT Bank Tabungan Negara Tbk. Dengan kejadian seperti ini, dia mengaku bahwa pengembang mengalihkan berkas pengajuannya ke bank penyalur lain seperti BTN.

"Tadi kami baru pindahkan tiga berkas ke BTN syariah cabang Kendari. Mohon doa semoga cepat perjanjian kerja sama dan akad [bagi konsumen MBR]. Kasihan juga kami pengembang kecil. Apalagi di saat kondisi Covid-19," katanya.

Pengalihan ke bank penyalur lain tersebut dilakukan lantaran masih adanya ketidakpastian dalam hal pencairan. Dari beberapa kasus, pencairan belum terlaksana hingga satu bulan lebih. Masalahnya, risiko blokir 15 persen rekening juga pernah dialami dan masih terus membayangi para pengembang.

Sikasep Jadi Biang?

Syahiruddin yang juga berprofesi sebagai pengacara menanyakan dasar hukum program aplikasi Sistem Informasi KPR Subsidi Perumahan (Sikasep) yang dikembangkan PPDPP dalam penyaluran dana subsidi.

Alasannya, dia melihat bahwa program tersebut masih menjadi penghambat dan perlu dievaluasi bahkan ditinjau ulang keberadaannya.

"Ini kami rasakan sulit akad sejak diberlakukannya aplikasi Sikasep, harapan kami aplikasi ini agar ditinjau ulang dengan terlebih dahulu pihak PUPR rapat dengan PPDPP [untuk mencari jalan keluar]," ujar dia.

Terlebih, saat ini telah ada stimulus Rp1,5 triliun berupa subsidi selisih bunga dan subsidi bantuan uang muka yang juga akan disalurkan melalui aplikasi tersebut. Dia khawatir penyerapan stimulus tersebut tidak maksimal karena terhambat oleh aplikasi tersebut.

"Nanti yang disalahkan asosiasi pengembang, sudah dikasih anggaran [stimulus], tetapi tidak mampu menyerap," kata dia.

Dia menyatakan bahwa dasar hukum tersebut harus jelas agar masalah-masalah yang ada saat ini bisa diakomodir lebih jauh. Apalagi, program Sikasep yang peluncurannya berbarengan dengan aplikasi Sistem Informasi Kumpulan Pengembang (Sikumbang) sejak akhir tahun lalu itu dirasa mendadak.

Terlebih, Syahiruddin mengaku bahwa pihaknya sampai saat ini belum menerima dasar hukum yang jelas terkait kedua program itu meskipun telah meminta ke tim sosialisasi program tersebut.

Dia menuturkan bahwa dengan adanya kejadian seperti ini, jangan sampai ada perusahaan pengembang yang malah melakukan gugatan ke pengadilan.

"Karena ini masalah, ketika bank sudah akad [kredit], tapi masalahnya proses pengajuan dana FLPP oleh bank ke PPDPP persetujuan pembayarannya lambat."

Pembelaan PPDPP

PPDPP membantah bahwa pencairan dana subsidi KPR FLPP ke bank penyalur kerap mengalami perlambatan.

Direktur Utama PPDPP Arief Sabaruddin mengatakan pihaknya senantiasa memantau perkembangan pengajuan pencairan melalui sistem yang dikembangkan.

"Tidak mungkin [mengalami perlambatan] karena saya bisa pantau, setiap hari setiap usulan pencairan dari bank [penyalur] tidak lebih dari 3 hari, bahkan sekarang kami bisa [cairkan dalam] hitungan jam atau kurang dari 24 jam," tuturnya.

Arief menyatakan bahwa dalam prosesnya, akad kredit akan dilakukan pihak bank untuk kemudian pihak bank akan menagihkan dana pencairan ke PPDPP dan diproses lebih lanjut secara kilat.

Namun, dia memperkirakan jika masalah ini terjadi kemungkinan besar terletak pada pihak pengembang yang belum menyertakan kelengkapan dokumen secara lengkap.

"Barangkali kelengkapan dokumen yang menjadi hambatan karena pengujian dokumen host to host sudah automatisasi by aplikasi. Saat ini bank dan developer harus teliti dan lengkap, rapi, benar dokumennya karena proses host to host sudah automatis melakukan pengujian," tuturnya.

Sejalan dengan itu, Arief memperkirakan bahwa pihak bank juga belum menagihkan kekurangan persyaratan dokumen tersebut pada pihak pengembang. Rata-rata kekurangan persyaratan tersebut, kata dia, terletak pada izin mendirikan bangunan (IMB) dan ketersediaan kelistrikan.

"Banknya ditanya apakah sudah diproses pembayaran ke PPDPP? Kalau sudah pasti akan masuk dalam sistem di PPDPP," kata dia.

Arief juga membantah bahwa aplikasi Sikasep menjadi biang permasalahan dari keterlambatan pencairan dana subsidi PPDPP. Dia mencatat per kemarin saja, pihaknya sudah menyalurkan lebih dari 500 debitur. Bahkan, 2 hari yang lalu mencapai 1.117 debitur. 

Per kemarin malam, total yang sudah melakukan akad kredit mencapai 31.640; pihak bank memasukkan tagihan ke PPDPP sebanyak 352 debitur; 0 sudah diuji PPDPP; dan 334 sudah dibuatkan berita acara dengan hari ini terbayarkan. Adapun, per kemarin malam, PPDPP mencatat sudah 28.877 debitur terbayar. 

Sementara itu, adanya akad sekitar 334 oleh pihak bank di hari kemarin kemungkinan besar karena adanya aturan baru berupa Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 242/KPTS/M/2020. 

Arief menjelaskan bahwa Kementerian PUPR tidak memiliki kewenangan untuk mengatur pihak bank apakah bisa melakukan dana talangan seperti bank BTN. Hal ini mengingat masing-masing kebijakan kembali pada pihak bank.

Sementara itu, dia menyampaikan bahwa dasar hukum program Sikasep dan Sikumbang juga sudah jelas melalui UU PKP No. 1 tahun 2011 pasal 16 yang sebagian isinya menyatakan bahwa pemerintah harus menyusun basis data perumahan.

Kemudian, PP 47 Tahun 2019 Pasal 19 terkait menyiapkan instrumen antrean MBR (housing queue), lalu Permen PU No. 20/PRT/M/2019 tentang pelaksanaan berbasis teknologi informasi sehingga seharusnya tidak ada hambatan lagi di aplikasi Sikasep dan Sikumbang.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ilham Budhiman
Editor : Zufrizal

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper