Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

SKK Migas Sebut Biaya Produksi Masih di Bawah ICP

Secara umum ICP pada level US$30 per barel, Pertamina masih dapat mengantongi keuntungan.
Api menguar dari pipa di kilang minyak di Kalimantan, Indonesia./Bloomberg-Dimas Ardian
Api menguar dari pipa di kilang minyak di Kalimantan, Indonesia./Bloomberg-Dimas Ardian

Bisnis.com, JAKARTA – Kendati harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) menyentuh US$34,23 per barel, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyatakan biaya produksi minyak Indonesia masih di bawah kisaran tersebut.

Wakil Kepala SKK Migas Fatar Yani Abdurrahman mengatakan bahwa sejauh ini memang daya tahan dari keseluruhan lapangan yang ada di Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda, mulai dari yang efisien hingga yang memiliki ongkos produksi yang mahal.

Dia mengungkapkan, biaya produksi minyak mentah di Indonesia yang paling tinggi pada US$26 per barel sedangkan untuk yang paling efisien ongkos produksi bisa hanya US$4 per barel.

Kendati demikian, Fatar menyatakan dengan ICP saat ini, produksi minyak mentah Indonesia akan terus dipertahankan untuk ketahanan energi nasional dan menjaga pendapatan negara.

“Sejauh ini biaya produksi kita masih bisa dibawah ICP, kalau rata-rata kami kan direct production cost di bawah US$20 per barel,” katanya pada Kamis (2/4/2020).

Hingga saat ini, Fatar menyebut SKK Migas belum merencanakan revisi rencana kerja dan anggaran belanja (RKAB) produksi minyak dan gas bumi. Pihaknya masih terus mempelajari kondisi yang ada dengan berbagai skenario.

Selain itu, revisi tersebut baru bisa dilakukan jika nantinya akan ada pembahasaan APBN Perubahan terkait produksi migas. “Kalau tidak ada ya tidak direvisi,” jelasnya.

Sementara itu, Direktur Utama Pertamina EP Nanang Abdul Manaf mengatakan, secara umum ICP pada level US$30 per barel, perseroan masih dapat mengantongi keuntungan.

Namun, hal itu harus didukung dengan berbagai program seperti pemotongan operational expenditure sebesar 10 persen-20 persen dan pemangkasan capital expenditure sebesar 20 persen-30 persen.

“Kalau dibawah US$30 per barel, capex dipotong 40 persen-50 persen dan opex 20 persen masih bisa survive,” ujarnya pada Kamis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Muhammad Ridwan
Editor : Miftahul Ulum
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper