Bisnis.com, JAKARTA — Industriawan dan Kementerian Perindustrian hari ini melakukan rapat jarak jauh untuk membahas penurunan tarif gas dan kesiapan pabrikan untuk mendukung penyelesaian wabah Covid-19.
Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik (Inaplas) menyatakan bahwa industri petrokimia nasional siap memenuhi kebutuhan bahan baku produksi alat pelindung diri (APD) dan masker. Namun, kendala utama produksi APD dan masker tersebut dinilai datang dari perbedaan data di antarkementerian.
"Dari [industri] garmen dan alat kesehatan sudah mengalihkan produksinya ke APD semua. Jadi, untuk stok APD dan masker aman. Cuma, ada perbedaan data [jumlah kebutuhan] antara kementerian. Ada yan bilang 4 juta, ada yang bilang 12 juta, padahal kita sudah bisa produksi 10 juta unit APD," kata Sekretaris Jenderal Inaplas Fajar Budiyono kepada Bisnis, Rabu (1/4/2020).
Dalam rapat tersebut, kata Fajar, pabrikan nasional telah mampu membuat 10 juta unit APD per bulan dan 70 juta unit masker per bulan. Adapun, dia mengklaim bahwa industri hulu, khususnya petrokimia, dapat memasok bahan baku untuk produksi lebih dari 10 juta unit APD.
Oleh karena itu, katanya, sebagian produsen meminta izin untuk mengekspor APD maupun masker jika kebutuhan dalam negeri telah dipenuhi. Selain itu, ekspor APD dan masker tersebut bukan dilakukan dengan skema barter melainkan dana.
"Waktu diekspor akan barter dengan produk lain yang [industri di] Indonesia tidak bisa bikin, contohnya ventilator. Jadi, kami kirim dan bayarannya bentuk ventilator," ucapnya.
Baca Juga
Ketua Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) Yustinus Gunawan mengatakan bahwa hasil rapat tersebut adalah pengamanan pasokan bahan baku industri yang terkait dengan penangan Covid-19 seperti APD, masker, sabun, dan farmasi. Menurutnya, skema pengamanan yang digunakan adalah goverment to goverment (antarpemerintah).
Selain itu, lanjutnya, pemerintah juga diminta agar menjaga fleksibilitas proses produksi dan akses lalu lintas orang, bahan baku, dan barang jadi. Oleh karena itu, Yustinus meminta agar pemerintah pusat melakukan intervensi.
"Pemerintah [pusat] diminta untuk mengatasi kebijakan pemda yang tidak berpikir komprehensif dan strategis jangka pendek, menengah, dan panjang," katanya.