Bisnis.com, JAKARTA – Global Energy Monitor (GEM) memproyeksikan potensi kerugian investasi terhadap 11 proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara di Indonesia yang bakal tertunda pembangunannya akibat virus corona atau Covid-19 mencapai US$13,1 miliar.
Kerugian terlambatnya operasional 11 proyek PLTU tersebut bila diasumsikan kurs saat ini Rp16.000 mencapai Rp209,6 triliun.
Adapun kesebelas proyek tersebut yakni PLTU Cirebon dengan kapasitas 1.000 Megawatt (MW) diperkirakan kerugiannya US$1,6 juta, PLTU Jawa-7 dengan kapasitas 2.000 MW dengan estimasi kerugian US$3,2 juta, PLTU Bengkulu dengan kapasitas 400 MW sebesar US$0,6 juta, dan PLTU Nagan Raya yang kapasitasnya 400 MW diestimasikan kerugian mencapai US$0,6 juta.
PLTU Mulut Tambang Sumsel-1 dengan kapasitas 600 MW diperkirakan kerugian mencapai US$1 juta, PLTU Mulut Tambang Sumsel-8 (Bangko Tengah) berkapasitas 1.200 MW diestimasikan kerugian US$1,9 juta, dan Tanjung Jati B dengan kapasitasnya mencapai 2.000 MW diproyeksikan kerugian mencapai US$3,2 juta.
Lalu PLTU Kalbar-1 yang kapasitasnya mencapai 200 MW kerugiannya mencapai US$0,3 juta, PLTU Kaltengseng-1 berkapasitas 200 MW dengan proyekis estimasi US$0,3 juta, PLTU Sulbagut-1 berkapasitas 100 MW diperkirakan kerugian US$0,1 juta, dan PLTU Sulbagut-3 yang kapasitasnya 100 MW dengan estimasi kerugian US$0,1 juta.
Hasil kerugian tersebut didapat dari model perhitungan kerugian investasi dengan mengacu pada rerata capital costs yang dirangkum oleh International Energy Agency (IEA).
Baca Juga
Program Director Trend Asia Ahmad Ashov Birry mengatakan bahwa situasi darurat pandemi Covid-19 ini seharusnya membuka mata, hati dan akal pemerintah Indonesia untuk mulai mengutamakan keselamatan, kesehatan publik dan lingkungan dalam pembuatan pelbagai kebijakan termasuk di sektor energi.
"Pemerintah harus menunjukkan keberpihakannya pada nilai-nilai kemanusiaan tersebut dengan mengambil langkah konkret membatalkan proyek-proyek pembangunan energi fosil kotor PLTU batu bara," ujarnya dalam siaran pers, Kamis (26/3/2020).
Menurutnya, pembatalan proyek PLTU batu bara tersebut harus diambil tidak hanya untuk menghindari kerugian ekonomi jangka panjang tetapi untuk melindungi masyarakat dari tambahan paparan polusi beracun.
"Dalam situasi krisis multidimensi yang akan terus hadapi ini, pemerintah seharusnya memperkuat ketahanan kesehatan masyarakat dan bukan membuatnya menjadi rentan," kata Ashov.
Secara global, GEM mengidentifikasi sebanyak 14 PLTU batu bara yang berada di Asia Selatan dan Asia Tenggara berpotensi mengalami kerugian investasi mencapai US$17,1 miliar.
Perhitungan proyeksi kerugian itu akibat capital outlays karena adanya gangguan tenaga kerja dan rantai pasokan akibat pandemi global Covid-19 yang mengakibatkan keterlambatan maupun penundaan proyek PLTU. Keterlambatan ini menambah keterlambatan yang sudah terjadi di beberapa proyek.
Kondisi tersebut menunjukkan tingkat kerentanan tinggi dari ekspansi PLTU batu bara global akibat pandemi, yang di saat bersamaan kondisi kelebihan kapasitas (overcapacity) semakin menambah beban dalam menghadapi kondisi resesi.