Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penurunan Harga Gas Harus Beri Nilai Tambah Industri

Sebenarnya, pesan itu tergambar jelas saat Presiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas, Rabu (18/3). Jokowi meminta agar industri yang mendapatkan insentif penurunan harga gas harus betul-betul diverifikasi dan dievaluasi.
Aktivitas karyawan di salah satu pabrik di Jakarta, Jumat (20/9/2019). Bisnis/Arief Hermawan P
Aktivitas karyawan di salah satu pabrik di Jakarta, Jumat (20/9/2019). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA – Rencana penurunan harga gas untuk industri pada April mendatang diharapkan benar-benar memberikan nilai tambah bagi perekonomian Indonesia.

Sebenarnya, pesan itu tergambar jelas saat Presiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas, Rabu (18/3). Jokowi meminta agar industri yang mendapatkan insentif penurunan harga gas harus betul-betul diverifikasi dan dievaluasi.

Dengan demikian, pemberian insentif penurunan gas akan memberikan dampak yang signifikan dan memberikan nilai tambah bagi perekonomian Indonesia.

Terkait hal itu, Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro menyebut arahan Presiden sangat mendasar. Apalagi mengingat pemberian insentif tersebut mengorbankan penerimaan dari perusahaan produsen gas.

“Karena insentif dilakukan melalui pengurangan jatah penerimaan negara,” katanya, saat dihubungi Bisnis, Kamis (19/3/2020).

Tidak hanya verifikasi dan evaluasi, Kepala Negara juga berharap adanya monitoring secara berkala harus dilakukan terhadap industri-industri yang diberikan insentif. “Harus ada disinsentif atau punishment jika industri tidak memiliki performance sesuai yang kita inginkan," jelas Presiden Jokowi.

Di sisi lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa insentif berupa penurunan harga gas bagi industri bisa dijalankan jika pemerintah mengurangi subsidi BBM dan listrik.

Menurutnya, insentif harga gas rendah juga merupakan bentuk subsidi kepada industri. Itu akan sangat memengaruhi keberlangsungan APBN ke depan.

"Skenario ini hanya bisa jalan bila ada kompensasi. Harus ada penurunan subsidi di sektor BBM. Untuk listrik berarti juga akan ada pengurangan subsidi. Ini semua perlu dilakukan subsequencing yang sangat hati-hati," ujarnya.

Kondisi APBN saat ini, lanjut menkeu, sudah sangat ketat sehingga harus ada keadilan dalam pemberian subsidi yang berimplikasi terhadap anggaran negara. Mantan Direktur Bank Dunia ini juga menekankan tidak semua industri nantinya bisa mendapatkan akses harga gas murah.

"Insentif hanya bisa diberikan kepada perusahaan-perusahaan yang selama ini bergerak dengan baik. Setelah diberikan pun pengawasan akan terus dilakukan kepada seluruh perusahaan penerima manfaat," tuturnya.

Merespon permintaan Presiden, Menteri Menteri Energi dan Sumber Daya Minera (ESDM) Arfin Tasrif akan menetapkan harga gas industri sesuai amanat Perpres 40 tahun 2016 akan berlaku pada 1 April 2020.

"Rencana penurunan harga gas menjadi US$6 [per mmbtu] mengikuti Perpres Nomor 40 tahun 2016. Untuk bisa menyesuaikan harga US$6 per mmbtu tersebut, maka harga gas di hulu harus bisa diturunkan antara US$4-4,5 per mmbtu, dan biaya transportasi dan distribusi bisa diturunkan antara US$1,5-2 per mmbtu," tambahnya

Senada dengan Menkeu, Arifin mengakui terdapat pengurangan penerimaan pemerintah di hulu migas.

Namun, terdapat tambahan pendapatan pemerintah dari pajak dan dan deviden, penghematan subsidi listrik, Pupuk dan kompensasi PLN, serta terdapat penghematan karena konversi pembangkit listrik dari diesel ke gas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper