Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) menyatakan penurunan tarif gas akan mengerek kapasitas terpasang sebesar 20 persen, sehingga membuat pabrikan nasional dapat memproduksi 1,6 juta ton kaca lembaran per tahun.
Ketua Umum AKLP Yustinus Gunawan menilai penurunan tersebut akan meningkatkan daya saing kaca lembaran lokal di pasar global. Adapun, permintaan kaca lembaran dinilai tidak ada perubahan dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
"Pemenuhan janji pemerintah ini sebagai bukti komitmen untuk mengembalikan sektor manufaktur sebagai sektor riil yang berdampak ganda. Justru, ini kesempatan baik di tengah ketidakpastian akibat COVID-19," katanya saat dihubungi Bisnis, Rabu (18/3/2020).
Dia mengatakan dampak dari penurunan tarif tersebut baru bisa dirasakan saat pesanan baru masuk ke pabrikan kaca lembaran nasional.
Namun demikian, lanjut Yustinus, penurunan tarif gas terebut dapat menarik investor untuk merevitalisasi salah satu pabrik kaca lembaran yang berhenti beroperasi pada 2017 di Jawa Tengah.
Dari sisi pemenuhan bahan baku, Yustinus menyampaikan pabrikan kaca lembaran tidak memiliki kesulitan. Pasalnya, lanjutnya, pabrikan telah mencadangkan bahan baku utama kaca lembaran yakni soda ash sekitar 3-4 bulan yang berasal dari luar negeri.
Namun demikian, umur pasokan soda ash dari dalam negeri hanya berumur 1,5-2 bulan. Oleh karena itu, Yustinus berharap agar pemerintah tidak melakukan protokol penguncian (lockdown) untuk melancarkan arus barang antar pulau.
Di samping itu, Yustinus menyatakan efek positif mewabahnya virus corona ke seluruh dunia adalah potensi peningkatan volume ekspor saat masa recovery. Menurutnya, peluang akan terbuka besar bagi negara produsen kaca lembaran nantinya.
"China relatif paling siap untuk menggenjot ekspornya. Nah, kami pun juga siap genjot ekspor dengan daya saing yang sudah meningkat," katanya.
Industri Plastik
Terpisah, Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Olefin, Aromatik, dan Plastik (Inaplas) Fajar Budiyono menyatakan penurunan tarif gas ke level US$6/MMBtu berpotensi membuat harga jual produk petrokimia turun sekitar US$2/ton.
Selain itu, Fajar menilai penurunan tersebut juga dapat menggenjot kapasitas produksi pabrikan. Senada dengan AKLP, Fajar tidak melihat banyak penurunan pada permintaan produk petrokimia.
Pasalnya, lanjutnya, ada lonjakan permintaan pada akhir kuartal I/2020 yang mengkompensasi penurunan permintaan pada Januari-Februari.
Namun demikian, Fajar menyampaikan pasokan bahan baku dan barang jadi mulai menipis karena pabrikan petrokimia China selama Januari-Februari terkontraksi. Alhasil, Fajar berujar pabrikan pengguna produk petrokimia besar kewalahan memenuhi permintaan pasar nasional.
"Ini [manufaktur besar] pada kelabakan semua untuk bisa menjaga stok menjelang lebaran dan antisipasi kalau kita terjadi isolasi-isolasi di beberapa tempat," katanya.
Menurutnya, lonjakan tersebut disebakan oleh proyeksi pabrikan besar terkait implementasi protokol penguncian (lockdown). Fajar menyatakan sebagian pabrikan besar telah menyiapkan jalur distribusi ke seluruh penjuru negeri.
"Kami khawatir seminggu lagi ada percepatan penyebaran. Potensinya ada dan kami harus jaga-jaga itu [implementasi protokol penguncian]," ucapnya.