Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Gas Pembangkit Listrik Bakal Turun, Apa Keuntungannya?

Penurunan harga gas menjadi US$6 per MMBtu ini tentu akan berdampak positif pada keuangan negara dan beberapa hal lain.
Pekerja memeriksa pipa gas metan di instalasi Pembangkit Listrik Tenaga (PLT) Biogas berkapasitas 700 kilowatt di Pabrik Kelapa Sawit PT Perkebunan Nusantara (PTPN) V Terantam, Kabupaten Kampar, Riau (4/3/2019)./ANTARA-FB Anggoro
Pekerja memeriksa pipa gas metan di instalasi Pembangkit Listrik Tenaga (PLT) Biogas berkapasitas 700 kilowatt di Pabrik Kelapa Sawit PT Perkebunan Nusantara (PTPN) V Terantam, Kabupaten Kampar, Riau (4/3/2019)./ANTARA-FB Anggoro

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah tengah berupaya untuk dapat menurunkan harga gas menjadi US$6 per million british thermal unit (MMBtu) yang digunakan untuk pembangkit listrik.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana berpendapat pemerintah melalui Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Kementerian Keuangan telah membuat dan mengkaji sejumlah simulasi untuk menghitung sensitivitas penurunan harga terhadap pengurangan pendapatan negara dan penghematan.

Pasalnya, penurunan harga gas diupayakan dengan menekan harga di hulu, sehingga berdampak pada pendapatan negara baik pajak maupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP) akan terpangkas.

Rida menuturkan penurunan harga gas menjadi US$6 per MMBtu ini tentu akan berdampak positif pada keuangan negara dan juga terjadi penghematan pada PT PLN (Persero).

Hal itu dikarenakan biaya pokok penyediaan (BPP) tenaga listrik dari pembangkit yang menggunakan bahan bakar gas akan terpangkas sehingga berdampak pada penghematan subsidi dan kompensasi yang dikeluarkan oleh negara.

"Jika harga turun tentu ada penghematan untuk PLN. BPP berkurang, ujungnya ke negara, karena bisa hemat subsidi dan kompensasi," ujarnya, Kamis (5/3/2020).

Dia memperkirakan potensi penghematan yang dapat diraih PLN dalam setahun mencapai Rp18,58 triliun dengan penurunan harga gas untuk pembangkit yang menjadi sebesar US$6 per MMBtu dari yang saat ini harga US$8,39 per MMBtu.

"Kalau diturunkan menjadi US$6 per MMBtu maka akan ada penghematan sebesar US$2,39 per BBtu dikalikan dengan volume gas yang dibutuhkan pembangkit," katanya.

Di sisi lain, lanjut Rida, apabila harga gas ditekan menjadi US$6 per MMBtu, maka akan ada potensi pendapatan negara yang hilang mencapai Rp14,07 triliun.

Hal itu menunjukkan masih ada selisih sebesar Rp4,51 triliun dari potensi penghematan PLN dengan potensi hilangnya pendapatan negara yang dapat dihitung sebagai penghematan atau manfaat dari penurunan harga gas.

"Itu kalau asumsikan bisa US$6 per MMBtu. Beda harga, tentu akan berbeda penghitungannya. Kalau dari sisi hilirnya, PLN jelas saving. Saving-nya jadi Rp18,58 triliun datang dari subsidi Rp4,38 triliun dan kompensasi Rp14,2 triliun," tuturnya.

Lebih lanjut lagi, Rida mengatakan biaya pokok penyediaan (BPP) tenaga listrik dalam anggaran belanja PLN 2020 sebesar Rp359,03 triliun. Dari jumlah tersebut sebesar 41 persen atau sekitar Rp146,67 triliun dialokasikan untuk biaya bahan bakar dalam BPP tenaga listrik.

Adapun alokasi untuk belanja gas mencapai Rp60,98 triliun atau sekitar 38,36 persen dari total biaya bahan bakar yang mencapai Rp146,67 triliun. Gas sendiri menjadi komponen bahan bakar terbesar dalam pembentukan BPP dibandingkan dengan bahan bakar lainnya.

Biaya bahan baru bara sebesar Rp56,26 triliun, BBM dan BBN sebesar Rp24,17 triliun, dan energi baru terbarukan sebesar Rp5,24 triliun.

Padahal, listrik yang dihasilkan dari pembangkit yang berbahan bakar gas hanya mencapai 65,24 Terawatt Hour (TwH) atau 21,82 persen dari total volume penyediaan tenaga listrik.

Hal ini tentu lebih kecil bila dibandingkan dengan volume listrik yang dihasilkan dari bahan bakar batu bara mencapai 187,52 Twh.

"Untuk gas modalnya cukup besar. Turunnya harga gas akan sangat berpengaruh pada besaran BPP yang pada ujungnya akan mengurangi beban APBN atau subsidi dan kompensasi. BPP ini salah satu komponen untuk pembentukan tarif listrik yang berlaku bagi konsumen. Makin rendah BPP, maka tarif listrik juga akan makin murah," terang Rida.

Dia mengusulkan agar rencana penurunan harga gas untuk kelistrikan itu nantinya akan masuk dalam revisi Peraturan Presiden (Perpres) No. 40/2016 yang juga mengatur harga gas sektor industri.

Pasalnya, hingga saat ini pihaknya masih belum mengetahui bentuk regulasi seperti apa yang akan memayungi kebijakan penurunan harga gas sektor kelistrikan dan sekaligus kapan mulai diimplementasikan.

"Sekarang masukin dulu, pembangkit masuk apa enggak di Perpres. Itu lagi dihitung-hitung di hulu ke penerimaan negaranya oleh Kemenkeu," ucap Rida.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Yanita Petriella
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper