Bisnis.com, JAKARTA - Pemberlakuan program jalan bebas truk obesitas yang ditunda menjadi tahun 2023 dinilai akan mempengaruhi target kemantapan jalan nasional secara keseluruhan.
Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Sugiyartanto mengatakan secara rata-rata peringkat kemantapan jalan nasional ada di posisi 91,2 persen dan pihaknya berupaya untuk meningkatkan hingga ke angka 94 persen.
Namun, penundaan pemberantasan truk over dimension over load (ODOL) yang baru akan dimulai pada 2023 akan mempengaruhi target kemantapan jalan nasional.
"Hal ini, dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan jalan lebih dini yang berdampak pada menurunnya umur layanan jalan, maka dari itu, kebutuhan biaya untuk pemeliharaan jalan semakin meningkat," ujarnya kepada Bisnis, Rabu (4/3/2020).
Sugiyartanto menjelaskan bahwa panjang jalan di Indonesia mencapai 541.217 kilometer, dimana panjang jalan nasional non-tol sepanjang 47.017 kilometer dan jalan tol yang sudah beroperasi 2.093 kilometer.
"Jalan nasional dan jalan tol ini merupakan jalur-jalur vital yang menjadi urat nadi logistik dan perekonomian nasional," imbuhnya
Baca Juga
Dia menambahkan isu terkait kendaraan ODOL ini masih masif, terutama akibat dari inkonsistensi dalam pengawasan dan pengendalian yang bersifat lintas sektor.
Dia menyebutkan dampak yang ditimbulkan akibat kendaraan ODOL terhadap jalan nasional antara lain adalah tingginya jumlah kecelakaan lalu lintas, inefisiensi akibat berkurangnya kecepatan kendaraaan atau kemacetan, peningkatan anggaran untuk pemeliharaan jalan.
"Anggaran yang dapat dihemat jika tidak terjadi ODOL pada jalan tol, nasional dan provinsi adalah rata-rata sebesar Rp43,45 triliun per tahun," jelasnya.
Dihubungi secara terpisah, Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti Yayat Supriatna mengatakan penundaan pembatasan kendaraan ODOL ini pasti akan ada pengaruhnya pada kemantapan jalan.
"Pasti ada pengaruhnya ke kemantapan jalannya. Jadi kalau kemantapan jalan mau ditingkatkan, tapi ODOL masih dibiarkan, jadi akhirnya tidak ada hasil maksimal," katanya.
Menurutnya, persoalan yang mendasar adalah jika kendaraan ODOL mau ditertibkan, maka harus ada ketentuan yang mengatur mekanisme biaya logistik. Pasalnya, selama ini mekanisme tarif diserahkan pada mekanisme pasar.
Oleh karena itu, katanya, dibutuhkan sinergi yang mengatur tentang angkutan logistik dengan berbagai pemangku kepentingan.
"Jadi akibatnya pada satu sisi, beban perbaikan ditempatkan pada Kementerian PUPR tapi pengawasannya tidak dimaksimalkan, harus ada sinkronisasi, bertahap," ungkapnya.