Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) menyatakan urgensi impor garam saat ini sangat tinggi. Pasalnya, kapasitas produksi pabrikan meningkat sekitar 30 persen selama 3-4 bulan mendekati Ramadan.
Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Publik & Hubungan Antar Lembaga Gapmmi Rachmat Hidayat mengatakan penerbitan izin impor garam paling lambat dikeluarkan minggu ini. Rachmat mencatat stok garam di sebagian besar pabrikan telah habis dan hanya beberapa pabrikan yang mampu bertahan hingga akhir bulan ini.
"Memang sangat urgent sekali dibutuhkan. Stok mereka [pabrikan] sudah tipis, mungkin tidak akan sampai lebaran. Stok garam saat ini hanya akan bertahan maksimal akhir bulan ini," katanya kepada Bisnis, Selasa (3/3/2020).
Rachmat menambahkan jika dalam minggu ini izin tidak diterbitkan, dampak ke proses produksi pabrikan makanan dan minuman (mamin) akan langsung terasa pada bulan depan. Pasalnya, lanjutnya, pengiriman impor garam membutuhkan waktu.
Senada, Ketua Asosiasi Industri Pengguna Garam (AIPGI) Toni Tanduk berujar izin impor paling lambat harus diterbitkan pada minggu ini. Pasalnya, ujarnya, garam di sebagian gudang industri sudah benar-benar habis.
Adapun, Toni mengusulkan pemerintah menerbitkan seluruh volume impor yang sudah disetujui untuk tahun ini yakni sekitar 543.000 ton. Menurutnya, hal tersebut guna mengurangi beban logistik pabrikan.
Baca Juga
"Bulan ini berakhir [garam impor] tidak datang, maka kita mencari masalah sendiri. [Garam impor] ini jangan disamakan dengan garam petani, itu dua hal yang berbeda. Jadi, pemikirannya juga harus bijak," katanya kepada Bisnis.
Tony meramalkan jika penerbitan izin impor tersebut berlarut-larut, olahan pangan impor akan mulai merangsek ke pasar domestik. Pasalnya, lanjutnya, pabrikan lokal akan berhenti berproduksi.
Tony menilai ancaman tersebut semakin jelas lantaran sebagian negara mulai mengalihkan negara tujuan ekspornya dari China ke Indonesia akibat wabah corona.